NINNA.ID – Katanya dari Sianjur Mula-mula. Karena itu, ada umpasa berbunyi demikian: Sianjur mula-mula, sianjur mula tompa; Mula ni huta, mula ni jolma dohot mula ni somba; Ruma martarup ijuk, mula ruma gorga; Mula ni Batak marbisuk, mula ni Batak manjalo roha. Di sanalah, dari sebuah gunung yang cukup mencolok, turun Boru Deak Parujar. Ia bukan manusia biasa. Ia seperti dewa. Mungkin peri.
Sebagai dewa-dewi, maka mitos ini terpengaruh budaya lain. Mungkin Hindu. Mungkin pula Romawi Kuno.
Namun, pada umumnya, mitos penciptaan manusia selalu berasal dari gunung. Entah mengapa begitu. Kalau saya membacanya, mengapa dari gunung adalah bahwa manusia berasal dari atas. Atas itu mungkin Tuhan. Mungkin langit. Mungkin dewa. Intinya, selalu dari atas.
Bisa juga yang lain. Sebab, ingatan tentu terbatas, apalagi pengetahuan. Belum lagi karena orang tua terdahulu terlalu sibuk berperang atau mencari makanan sehingga lupa bercerita asal-usul kepada keturunannya. Lama-lama, fakta asal-usul mulai kabur. Karenanya, ketika ada anak yang bertanya: Pak, kita dari mana? Ayahnya menjawab ringkas: kita dari atas.
Dari atas mana? Tanya anak itu lagi. Kita dari sana, jawab ayahnya sambil menunjuk gunung paling tinggi di sekitarnya. Sebagai manusia, puncak gunung berarti ujung. Tidak ada lagi jalur yang masuk akal. Semua akan dimasukakalkan dengan pendekatan mitos. Maka, muncullah dewa-dewi. Bagi saya, dewa-dewi itu adalah metafora missing link yang pernah ada.
Jadi, jika berbicara asal-usul lantas berhenti pada mitologi, ini menandakan keterbatasan jangkauan ingatan kita. Sama seperti Si Raja Batak. Ia bukan persona. Bagi saya tentu saja. Ia adalah metafora keterbatasan pengetahuan asal-usul kita. Hanya saja, metafora itu masih lumayan dalam jangkauan sehingga pendekatan silsilah masih bisa dihadirkan. Meski tentu tak paripurna.
Saya tak sedang ingin menegasikan wibawa Sianjurmula-mula dengan Pusuk Buhitnya. Bagi saya, tempat itu seperti batakisasi Batak. Maksudnya begini. Adam adalah manusia pertama. Itu kata Alkitab. Tapi, ilmu pengetahuan mendapatkan informasi yang berbeda. Lalu, apakah kedudukan Adam berubah sebagai manusia pertama karena temuan informasi yang berbeda?
Bagi saya, tidak. Adam tetaplah manusia pertama. Bahwa ada sebelumnya manusia seperti adam, itu jelas. Cuma, manusia itu, ya, masih manusia tak berkeadaban seperti manusia saat ini. Manusia itu masih seperti kuda, cacing, ayam. Ia belum beragama. Dan, Adamlah manusia pertama yang beragama. Begitu saya membaca. Kurang lebih, begitu juga dengan Si Raja Batak.
Si Raja Bataklah mungkin yang mulai pertama kali memikirkan kebiasaan adat Batak. Maka, ia dijukuki sebagai Si Raja Batak. Bukan berarti ia yang pertama. Pasti ada yang pertama. Pendekatan saintifik bisa dihadirkan. Apalagi, dalam sebuah penelitian, gen Toba adalah campuran. Dari Austronesia, Austroasiatik, dan Negrito.
Demikianlah konon menurut studi Mark Lipson (2014:87) dari Massachusetts Institute of Technology, Cambridge pada Juni 2014 lalu. DNA Orang Toba ini Haplogroup O. Penelitian arkeologi di pesisir timur Sumatera bagian Utara dari Deli Serdang hingga Lhok Seumawe menemukan bahwa para pendukung budaya Hoabinh telah datang pada masa Mesolitik di sekitar 10.000-6.000 tahun lalu.
Penelitian paleoekologi juga telah dilakukan Bernard K. Maloney di Humbang, yaitu: Pea Simsim di sebelah barat Nagasaribu, Tao Sipinggan di dekat Silaban Rura, Pea Sijajap di Simamora Nabolak, dan Pea Bullock di dekat Silangit. Penelitian tersebut menemukan adanya aktivitas manusia di Humbang sekitar 6.500 tahun lalu. Masa ini sudah lama. Jauh sebelum mesias lahir.
Mereka inilah yang kelak sebagian jadi Batak. Pertanyaannya, mengapa mereka tidak turun ke permukaan Danau Toba, seperti di Bakara misalnya? Saya punya hipotesis. Saat itu, Bakara masih dasar danau dan Lintong sebagai pantainya. Sebab, tren penurunan air Danau Toba memang cenderung konstan per seratus tahunnya.
Sebagai misal, ada banyak bontean (pelabuhan) yang ditemukan jauh dari bibir pantai saat ini. Artinya, ada penyurutan air danau. Nah, dari kisah itu, sangat mungkin orang Proto-Batak hidup di sekitar Lintong Ni Huta saat ini. Air semakin surut. Puncak Pusuk Buhit mulai kelihatan. Semakin landai. Semakin landai. Dan, mungkin semakin subur sehingga mereka migrasi ke sana. Sebagian.
Penulis  : Riduan Pebriadi Situmorang
Editor   : Mahadi Sitangang