NINNA.ID-Tema kegiatannya “Jaga Malam dan Sebarkan Budaya”. Berlangsung dari 1-4 November di Sipinsur. Siswa dari kawasan Danau Toba hadir.
Termasuk siswa kami dari SMA Negeri 1 Doloksanggul. Diselenggarakan oleh Gerakan Pramuka Kwartir Daerah Sumatera Utara.
Gerakan pramuka dimasukkan edukasi budaya. Sesuatu yang pantas didukung dan dilanjutkan lagi. Generasi muda menjadi generasi penerus.
Mereka pewaris. Persoalannya, generasi muda cenderung lebih berbudaya pop. Tak salah sebenarnya.
Kita tak perlu hidup kaku. Kita harus mengikuti perkembangan. Namun, budaya harus tetap menjadi basis. Jadi, kemah pramuka kali ini cukup istimewa.
Pemateri datang dari petarung budaya. Dari berbagai ragam. Dari kuliner. Dari tarombo. Dari UMKM.
Misinya mengenalkan Kaldera Toba sebagai Geopark. Sesuatu yang harus disyukuri. Namun, perlu berefleksi. Statusnya kini jadi kartu kuning.
Perlu pembenahan internal. Perlu edukasi dan promosi kepada orang muda. Tanpa edukasi dan promosi, Gen Z akan abai.
Ada lagi materi lainnya. Hadir dari parmonsak. Yang hadir pemimpin Sanggar Nabasa. Namanya Herman Nababan. Dia petarung tangguh untuk monsak.
Ia sudah belajar dari rumah ke rumah. Mudah-mudahan terus berlanjut supaya dapat yang pakem.
Herman Nababan bercerita tentang sejarah monsak. Kepada semua peserta Kemah Budaya. Ia juga menjelaskan arti dari setiap gerakan.
Banyak siswa yang tertarik pada gerakan dasar itu. Mereka pun belajar teknik. Bergembira dalam Kemah.
Monsak sebagai budaya harus diperkenalkan. Monsak harus jadi pelajaran. Pelajaran membuat jadi bijaksana. Mampu bertahan untuk tidak menyerang.
Mampu bertahan dari serangan. Mampu menghindar dari persoalan. Mampu untuk mengatasi persoalan.
Monsak bukan misi perkelahian. Monsak adalah gerak dasar untuk mengontrol dan mengawasi diri.
Monsak itu gerakan spiritual. Itu yang bisa dimaknai. Karena itu gerakannya banyak bukan untuk melukai fisik. Gerakannya cenderung simbolis.
Herman Nababan tak tahu pasti. Ketika siswa ada yang bertanya. Guru sangat suka jika ada yang bertanya. Bertanya berarti mencari tahu.
Pertanyaan itu tentang siapa penemu monsak. Herman Nababan menjawabnya dari Si Raja Lontung. Bisa jadi itu benar.
Sebab, cerita berkata begitu. Ini tentang pertemuan Si Raja Lontung dan Si Raja Borbor. Mereka bertarung monsak 3 hari 3 malam.
Tak ada yang kalah dan menang. Dari sejak itu, monsak dikenal sebagai gerakan melindungi diri dan teritori.
Namun, parmonsak bisa lebih intim untuk mencari. Itulah misi mereka. Mencari tahu lebih dalam.
Setelah tahu, misi selanjutnya melakukan edukasi ke anak-anak muda. Pemerintah perlu memfasilitasi monsak jadi edukasi atau bahkan ekstrakurikuler di sekolah.
BPODT juga bisa berperan. Memfasilitasi dan mendukung supaya monsak menjadi pembelajaran. Begitu juga dengan bahasa daerah.
Perlu diingat, jika siswa kini semakin tidak berkarakter, barangkali karena kita menanggalkan budaya dari sekolah.
Penulis: Riduan Situmorang
Editor: Damayanti Sinaga