Hasil Karya Budaya Siswa SMA Negeri 1 Doloksanggul Dipamerkan di Jogjakarta

NINNA.ID – Hari ini, saya berangkat ke Jogjakarta. Bukan untuk jalan-jalan. Saya akan membawakan materi tentang kemenyan (haminjon)  tepatnya Marhontas. Sering juga disebut manghontas di Doloksanggul. Malah, Kemendikbud menyebutnya mangarontas. Apa pun namanya, esensinya tetap sama. Ini adalah tradisi Batak parhaminjon tradisional.

Saya juga membawa serta seorang siswa saya dari SMA Negeri 1 Doloksanggul, Humbang Hasundutan, Glen Kevin Harun Sitorus. Kebetulan, naskah saya diterima oleh Kemendikbud untuk dibuat jadi film animasi singkat. Selama seminggu ini, saya sudah melihatnya di pertontonkan di pelataran Candi Borobudur. Ada rasa bangga tentu saja.

Namun, saya juga lumayan minder. Sebab, hasil teman-teman animator lainnya sangat menarik. Boleh dibilang, secara visual, kami kalah jauh. Benar-benar kalah jauh. Tetapi, panitia berkata lain. Mereka bilang supaya saya tak membandingkan dengan karya animator lainnya. Saya sepakat. Mereka memang kaum profesional. Sementara kami, tidak.

Animator kami berangkat dari nol. Malah mungkin dari minus. Dan, memang, tujuan saya tidak semata untuk membuat cerita haminjon dengan animasi hebat.

Tujuan saya lain: memantik semangat siswa generasi Z dari Humbang Hasundutan untuk berkarya di level nasional.

BERSPONSOR

Itulah motivasi utama saya. Dan, saat itu, panitia sangat bersetuju.

Mereka memberi kesempatan bagi saya untuk lebih memberdayakan siswa. Lama sekali proses kami. Lama sekali. Namanya berangkat dari nol, atau bahkan dari minus. Dalam perjalanannya, banyak siswa yang justru memilih mundur. Saya sempat tergoda untuk memberikan cerita ini dianimasikan oleh para profesional seutuhnya.

Namun, saya teringat motivasi awal saya lagi. Motivasi awal saya adalah memberdayakan siswa. Maka itu, dengan seadanya, kami berproses membuat karya. Benar-benar seadanya. Maksudnya, hasilnya seadanya. Namun, di luar itu, yaitu perjuangan siswa, mereka sudah berpeluh. Itu luar biasa. Sepulang sekolah langsung ke lab komputer. Berulang-ulang.

Pulang jalan kaki. Sering diterpa hujan. Tentu saja, visualisasi animasi tersebut sangat jauh dari harapan saya. Benar-benar jauh. Malah, boleh dibilang, bumbu ceritanya jadi lumayan kacau. Tetapi, lagi-lagi panitia memberikan suara lain. Kata mereka, jangan lihat dari karya orang lain. Lihatlah siapa yang mengerjakannya. Sosok muda dari daerah terpencil melakukannya, itu luar biasa.

BERSPONSOR
TERKAIT  Peletakan Batu Ojahan (Batu Pertama)

Karena itu, untuk menghargai jasa siswa yang ulet, saya meminta kepada panitia untuk mengundang siswa tersebut. Panitia berkata bahwa secara prinsip, yang ditanggung akomodasi dan transportasi hanya saya saja. Saya bertanya kepada kepala sekolah, apakah mungkin bisa diakomodasi siswa tersebut? Kepala sekolah kami visioner dan langsung bilang: mau.

Karena itu, Kemendikbud memberikan surat kepada sekolah kami SMA Negeri 1 Doloksanggul untuk meminta seorang siswa bisa ikut serta. Kepala sekolah kami lalu berkata: segera tindak lanjuti. Yang mau saya sampaikan di sini adalah bukan soal akhirnya. Yang mau saya sampaikan adalah prosesnya. Itulah yang disebut inspirasi.

Barangkali nanti, dengan cara seperti ini, siswa-siswa lain tertantang untuk berkarya. Barangkali. Sebab, ada begitu banyak kekayaan budaya Batak yang bisa dilirik untuk dikembangkan. Salah satunya adalah ritus Marhontas dalam kebiasaan parhaminjon orang Batak Tradisional di Humbang Hasundutan. Ritus ini sangat menarik didalami. Menarik sekali.

Karena itu, ketika ide ini diterima Kemendikbud, saya pernah mencoba berhubungan dengan Dinas Pariwisata Humbang Hasundutan. Saya ingin mereka ikut andil supaya lebih besar dan akbar. Toh, akan membawakan nama Humbang Hasundutan ke Jogjakarta. Namun, saat itu, Dinas Pariwisata Humbang Hasundutan tak tertarik.

- Advertisement -

Ya, begitulah. Tidak semua kegiatan bisa didukung. Selalu ada keterbatasan kemauan, terutama keterbatasan dana. Tetapi, bukan berarti kita berhenti. Lanjut saja. Soal akhirnya akan meleset, siapa peduli. Yang penting, mari berkarya. Kali ini, karya dari guru dan siswa SMA Negeri 1 Doloksanggul dipamerkan di Jogjakarta. Hasilnya baik? Bukan itu esensinya!

Oh, iya, tulisan ini saya buat di pesawat. Saya tak bisa tidur. Padahal, semalaman saya begadang tak bisa tidur. Seminggu ini malah terganggu tidur karena kelahiran putra pertama kami. Yang menarik, tiga kali saya menulisnya. Saya tulis, terjadi guncangan. Berhenti. Lanjut lagi, pramugari memberi peringatan cuaca. Berhenti. Ketiga kali, saya tak peduli. Lanjut tulis saja.

 

Penulis    : Riduan Pebriadi Situmorang
Editor       : Mahadi Sitanggang

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU