NINNA.ID-Pemerintah menjadikan Danau Toba sebagai Destinasi Super Prioritas dan tujuan wisatawan internasional. Pemerintah pusat juga menggaungkan go digital untuk layanan publik seperti pemesanan tiket online, pembayaran online dan lainnya.
Selain itu, melalui Bank Indonesia pemerintah memiliki semangat untuk mencapai target Blue Print Sistem Pembayaran pada 2025.
Akan tetapi, semangat atau cita-cita ini tidak dibarengi dengan kesiapan infrastruktur base transceiver station (BTS) dan literasi digital.
Akibatnya, beragam aplikasi guna memudahkan wisatawan seperti pemesanan tiket online, pembayaran online dan aplikasi berbasis internet lainnya belum membumi bagi masyarakat lokal di Kawasan Danau Toba.
Beragam hal yang dimiliki oleh Kawasan Danau Toba seperti komoditas pertanian, peternakan dan lainnya, juga sering tidak terekspos bukan hanya karena kesulitan akses secara fisik atau jalan yang akan dilalui.
Lebih dari itu, tidak terekspos karena jaringan internet masih sulit di beberapa desa di Kawasan Danau Toba.
Di sisi lain, bagi pendatang atau wisatawan yang terbiasa hidup serba digital tentu sulit untuk menghadapi situasi internet yang payah di Kawasan Danau Toba. Khususnya bagi pengunjung yang ingin menghabiskan masa libur sambil tetap berinternet.
Apalagi bagi kalangan muda menjadi digital nomad (pengembara digital) semakin diminati.
Banyak kaum muda ingin berkarier tanpa harus berdiam di suatu tempat, bisa berpindah sambil berekreasi.
Untuk memungkinkan semakin banyak digital nomad dan kaum muda bisa tinggal di Kawasan Danau Toba, tentu akses internet lancar harus tersedia.
Pengaruh Internet
Sebelum memutuskan untuk mengunjungi suatu tempat, sering sekali tamu akan bertanya apakah di lokasi tersebut akses internetnya lancar. Kebutuhan internet bagi banyak orang dianggap kebutuhan pokok, sejajar dengan kebutuhan manusia akan makanan.
Sejumlah perantau yang kembali ke Kawasan Danau Toba juga mengakui bahwa mereka memutuskan kembali ke kampung berkat kemajuan teknologi. Salah satunya akses internet kini lebih baik. Meski demikian, akses internet tersebut belum merata.
Salah satu perantau tersebut Ucok Simalango, pengusaha Tahu Kuning Balige.
“Bisa dibilang yang memicu saya hijrah ke Kawasan Danau Toba sini berkat pembangunan infrastukur internet. Bila terjadi apa-apa saya bisa update hitungan detik dan bisa terbang segera balik ke Bandung. Jadi internet itu sudah masuk dalam semua lini kebutuhan manusia.” jelas pengusaha pindahan dari Bandung.
Ia mengatakan sebagai destinasi yang digaungkan sebagai destinasi super prioritas dan tujuan wisatawan internasional, tiap hotel atau penginapan di Kawasan Danau Toba seharusnya mampu menyediakan akses internet memadai.
“Internet itu sudah seperti toilet dalam rumah. Tidak mungkin sebuah rumah tanpa toilet kan? Begitulah kira-kira diibaratkan pentingnya internet,” jelas pria yang juga menjalankan bisnis perhotelan ini.
Dengan berinternet, seseorang dapat mengakses informasi secara cepat dan mudah dari berbagai sumber di seluruh dunia. Internet juga memungkinkan seorang pebisnis tetap memantau usahanya sekalipun sedang berlibur ke suatu tempat.
Tantangan Akses
Akan tetapi, tidak seluruh Kawasan Danau Toba yang terdiri dari 7 kabupaten memiliki akses internet seperti di lokasi tempat tinggal Ucok, pengusaha Tahu Kuning Balige.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut terkait banyaknya Desa/Kelurahan menurut Kabupaten/Kota dan Penerimaan Sinyal Internet Telepon Seluler di Provinsi Sumatera Utara, 2021 menunjukkan terdapat 27 desa atau kelurahan tidak memiliki akses internet.
Kapasitas Jaringan. Masih banyak desa maupun kelurahan dengan akses masih 2,5 G atau GPRS. Pada musim liburan atau event besar, kapasitas jaringan di tempat-tempat wisata sering kali tidak mencukupi karena lonjakan pengguna.
Wilayah Terpencil. Beberapa desa di sekitar Danau Toba, terutama yang berada di area pegunungan atau pulau-pulau kecil, masih sulit mendapatkan sinyal stabil atau akses internet memadai.
Jaringan internet terkadang terhambat oleh kondisi geografis, seperti bukit atau lembah, yang membutuhkan penguatan sinyal tambahan seperti small cell atau repeater.
Akses Tidak Merata
Daniel Manik seorang pemandu wisata sekaligus pemilik resturant bernama Samuel Restaurant mengatakan ada beberapa titik atau lokasi di Samosir yang akses internetnya sangat lambat atau nyaris tidak bisa digunakan.
Ia mengatakan daerah tersebut di antaranya dari Desa Simarmata hingga ke Desa Parbaba Samosir. Hal ini sering menyulitkannya sebagai pemandu wisata untuk berbagi informasi apalagi ketika ia membawa tamu ke desa tersebut.
Sering sekali, ia harus melewati atau keluar dari desa tersebut agar dapat berkomunikasi menggunakan saluran internet.
“Diperlukan satelit tambahan di Desa Simarmata dan sekitarnya,” jelas pria yang kerap membawa tamu-tamu asing eksplor Samosir.
Kontras dengan di kediamannya di TukTuk, akses internet di keluruhan yang dipadati oleh perhotelan ini memiliki akses internet lancar.
“Di sekitar tempat saya tinggal di Tuktuk Siadong sudah lumayan lancar dan bagus. 90 persen warga Tuktuk sudah menggunakan Wifi. Pelayanan di saat kendala pun cepat ditanggapi tapi kita harus melapor melalui applikasi customer service 147,” jelasnya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Putri seorang pemandu wisata yang sering mengitari 3 kabupaten di Kawasan Danau Toba. Ia mengatakan ada sejumlah titik di Kawasan Danau Toba tidak memiliki sinyal atau sinyalnya sangat lemah.
Data dari BPS menunjukkan total ada 21 desa di Kawasan Danau Toba yang belum memiliki akses internet. Di Samosir ada 1 desa. Demikian dengan di Simalungun dan Karo. Di Tapanuli Utara ada sebanyak 6 desa. Di Dairi ada 6 desa. Di Humbang Hasundutan (Humbahas) ada 5 desa. Terbanyak di Kabupaten Toba yakni 7 desa.
Tidak hanya di daerah terpencil saja. Sejumlah blank spot juga terdapat di kawasan strategi seperti di Desa Sibaganding, Simalungun. Desa ini sangat dekat dengan Kota Parapat, kota pariwisata Danau Toba.
Tidak jauh dari Desa Sibaganding terdapat Kelurahan Girsang yang juga tidak memiliki akses internet memadai. Ada beberapa lokasi blank spot.
Di Karo misalnya, blank spot terdapat beberapa desa di Kelurahan Tiga Binanga. Kondisi internet yang sulit ini tidak hanya berdampak terhadap akses informasi masyarakat.
Lebih dari itu, kesulitan ini juga menyebabkan banyak generasi milenial meninggalkan kampung mereka dan memilih merantau agar dapat mengikuti perkembangan zaman.
Di sejumlah desa di Kawasan Danau Toba, banyak anak tamatan SMA memilih keluar dari desa untuk melanjutkan sekolah atau karier mereka.
Kesenjangan atau tidak meratanya internet ini menghambat pertumbuhan ekonomi, memperlebar ketimpangan sosial.
Di mana kesempatan diambil oleh mereka yang memiliki akses internet, sementara yang sangat membutuhkan sering tidak mendapat kesempatan atau tertinggal.
Situasi ini diperparah oleh kondisi di luar kendali orang tersebut, seperti keadaan ekonomi keluarga mereka. Pada akhirnya, kondisi ini menimbulkan hambatan terhadap potensi ekonominya.
Itu sebabnya, mendobrak hambatan konektivitas internet seluler di Indonesia secara khusus di Kawasan Danau Toba akan sangat penting guna mendatangkan manfaat ekonomi digital bagi semua.
Literasi Digital
Selain akses, literasi digital yang kurang memadai juga menjadi tantangan untuk Go Digital Danau Toba atau mencapai Blueprint Sistem Pembayaran 2025.
Untuk mencapai Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 seperti yang diusulkan oleh Bank Indonesia memiliki tantangan yang signifikan.
BSPI bertujuan untuk menciptakan ekosistem pembayaran digital yang terintegrasi, efisien, aman, dan inklusif.
Kendala utama untuk mencapai BSPI juga masih berkutat di infrastruktur teknologi.
Target tersebut sulit dicapai. Daerah terpencil seringkali belum memiliki jaringan internet yang memadai guna mendukung transaksi digital.
Literasi digital yang rendah juga turut memperparah. Banyak masyarakat, terutama di pedesaan, belum memahami cara menggunakan teknologi pembayaran digital.
Masih ada kekhawatiran terkait privasi data dan risiko kehilangan uang melalui sistem digital. Literasi yang tidak memadai juga turut menghambat potensi desa wisata.
Pemerintah Indonesia di bawah kepemipinan Presiden sebelumnya menetapkan ide untuk membangun desa melalui Desa Wisata.
Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan lingkungan dan sumber daya serta memajukan kebudayaan.
Akan tetapi, sejauh ini, masih banyak potensi desa wisata terhambat akibat literasi digital yang belum memadai. Terutama terkait promosi digital.
Banyak desa-desa tradisional yang sama sekali tidak memiliki akses internet yang stabil dan tidak punya SDM yang mampu menjalankan promosi berbasis digital.
Pencapaian XL
Melalui Humas XL Axiata, Aldi, menyatakan XL Axiata telah menyediakan jaringan dan penyediaan layanan data di berbagai daerah, termasuk wilayah di Pulau Samosir dan sekitar Danau Toba.
Untuk penyediaan layanan internet di wilayah-wilayah terpencil dan pelosok, operator juga melakukan kerjasama dengan pemerintah/BAKTI Kominfo melalui layanan USO.
Jaringan XL Axiata di Kawasan Danau Toba ditopang oleh total lebih dari 464 BTS, yang merupakan mayoritas BTS 4G. Di kawasan yang masuk di wilayah tujuh kabupaten tersebut. Jaringan 4G XL Axiata telah menjangkau sekitar 1.372 desa di 98 kecamatan dan 7 kabupaten.
Dalam dua tahun terakhir, tercatat ada penambahan sekitar 85 BTS 4G di 686 desa yang antara lain berada di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Siborong-borong di Kabupaten Simalungun, Samosir dan di Kecamatan Sidikalang, Laguboti Kabupaten Dairi, Toba Samosir, Sumatera Utara.
Pencapaian Indosat
Steve Saerang, SVP Head of Corporate Communications Indosat Ooredoo Hutchison mengatakan Indosat Ooredoo Hutchison (Indosat atau IOH) berkomitmen penuh untuk mendukung pemerataan digitalisasi di seluruh Indonesia, termasuk menjangkau wilayah-wilayah terpencil dan terluar yang masih terbatas aksesnya.
Meski demikian, komitmen ini juga memiliki tantangan tersendiri mengingat kondisi geografis yang beragam dan tantangan demografis yang kompleks, seperti wilayah pegunungan yang sulit dijangkau hingga kawasan dengan populasi yang tersebar.
Meski demikian, Indosat terus menunjukkan konsistensinya melalui perluasan jangkauan jaringan dan layanannya.
Hingga kuartal ketiga 2024, Indosat telah mengalokasikan belanja modal sebesar IDR 7.259,2 miliar, dengan 84,2% di antaranya difokuskan pada perluasan jaringan.
Di Sumatera Utara, jumlah BTS 4G meningkat sebesar 20% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Seluruh upaya ini sejalan dengan misi Indosat untuk menghadirkan pengalaman digital kelas dunia, serta menghubungkan dan memberdayakan masyarakat Indonesia.
Pencapaian Telkomsel
GM Region Network Productivity Sumbagut – Nurdianto mengatakan Telkomsel akan berupaya untuk membuat langkah perbaikan, termasuk penambahan kapasitas jaringan di beberapa daerah blankspot atau sinyal lemah.
Telkomsel telah mendukung pengembangan infrastruktur telekomunikasi di Kawasan Danau Toba sebagai bagian dari upaya mendukung destinasi wisata prioritas nasional.
Telkomsel telah membangun BTS 4G/LTE di berbagai wilayah sekitar Danau Toba untuk memperkuat konektivitas.
BTS dipasang di daerah terpencil dan destinasi wisata utama, seperti Parapat, Samosir, dan Balige, untuk memastikan wisatawan dan masyarakat lokal mendapatkan akses internet yang baik.
Tanggapan Bank Indonesia
Kepala Bank Indonesia Kantor Wilayah Kerja Sibolga Yuda Rizkianto mengatakan secara umum, Bank Indonesia memandang digitalisasi sangat diperlukan guna mendukung pengembangan Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Danau Toba, khususnya dalam hal digitalisasi transaksi pemerintah, akseptasi sistem pembayaran digital masyarakat, dan penggunaan platform digital dalam peningkatan promosi pariwisata.
Berdasarkan hasil asesmen data terkini, BI Sibolag menilai penetrasi digital di masyarakat kabupaten/kota sekitar Kawasan Danau Toba kini sudah berangsur menguat. Hal ini terlihat dari data jumlah merchant QRIS hingga bulan Mei 2024 yang rata-rata meningkat hingga 34,1 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Selain itu, volume transaksi QRIS juga meningkat secara signifikan terutama di daerah destinasi utama seperti Samosir yakni masing-masing sebesar 305 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Hal ini mengindikasikan bahwa akseptasi serta literasi digital di Kawasan Pariwisata Danau Toba mulai tumbuh. Namun demikian, secara nominal transaksi, daerah di sekitar DPSP Danau Toba masih jauh tertinggal dibanding daerah Tapanuli bagian selatan atau pantai timur.
Tantangan utama dalam akselerasi digitalisasi ialah infrastruktur internet dan literasi masyarakat.
“Kami memandang bahwa berbagai daerah di Danau Toba belum dapat memaksimalkan peluang peningkatan jumlah kunjungan wisatawan melalui platform digital promosi pariwisata seperti Traveloka, Klook, Tiket.com, dan lainnya,” jelasnya.
Akibat keterbatasan akses internet di daerah yang agak remote serta literasi masyarakat serta pelaku usaha pariwisata terutama di desa-desa wisata.
Persoalan lain ialah terkait inklusi dan literasi keuangan, di mana masih terdapat beberapa kelompok masyarakat pelaku usaha pariwisata di daerah Danau Toba belum terlalu paham mengenai produk-produk keuangan digital yang dimiliki oleh perbankan.
“Tidak sedikit kelompok masyarakat belum memiliki rekening. Untuk itu, kami rasa penting bagi kita untuk bersama dengan pemerintah daerah, Otoritas Jasa Keuangan, serta perbankan untuk menggenjot aksesibilitas masyarakat terhadap produk-produk keuangan, salah satunya dengan perluasan Laku Pandai di berbagai titik strategis kawasan pariwisata,” jelas Yuda.
Berkenaan dengan peningkatan kapasitas promosi digital, BI Sibolga bersama pemerintah daerah memiliki program Onboarding Paket Wisata guna mendukung para pelaku usaha wisata di sekitaran Danau Toba menjual paket atau produk wisatanya di platform digital yang terkemuka seperti Traveloka, Klook, Agoda.com, Tiket.com, dan sebagainya.
“Seluruh upaya perlu didukung dengan penciptaan ekosistem digital yang baik termasuk pelaku usaha wisata yang ‘melek’ dan dapat menerima pembayaran digital, agar upaya promosi pariwisata melalui platform digital ini dapat membuahkan hasil yang maksimal untuk Danau Toba,” katanya.
Tanggapan Kominfo
Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo, Fadhilah Mathar, mengatakan tantangan utama digitalisasi Indonesia adalah infrastruktur yang belum merata dan kurangnya talenta digital.
Kominfo memprioritaskan pemerataan infrastruktur, terutama di daerah terpencil, untuk meningkatkan akses internet dan mendukung sektor bisnis dengan efisiensi dan inovasi.
Di sektor publik, Kominfo berupaya mengembangkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan Satu Data Indonesia (SDI) untuk pengambilan keputusan berbasis data.
Digitalisasi juga diharapkan mempercepat dan meningkatkan kualitas layanan publik, membuatnya lebih cepat, transparan, dan efisien.
Jaringan Berbasis Komunitas
Di Kasepuhan Ciptagelar, pengembangan jaringan internet komunitas sejak 2018 melibatkan warga, Common Room, dan Awinet. Dengan pendekatan gotong royong, masyarakat membangun tower jaringan dan mengelola infrastruktur seperti koneksi wireless.
Inisiatif ini mendukung pemberdayaan ekonomi, budaya, dan konservasi lingkungan.
Akses internet telah diperluas untuk mendukung kebutuhan masyarakat, pendidikan, dan layanan kesehatan melalui model berbasis komunitas yang mandiri.
Anak-anak kini dapat mengakses pembelajaran daring, sumber belajar, dan informasi baru. Masyarakat pada 2018 mulai memasarkan hasil tani secara daring, memperluas pasar mereka hingga ke luar daerah.
Internet digunakan untuk layanan kesehatan dan administrasi desa, memberikan akses yang lebih cepat dan efisien.
Pelatihan diberikan kepada warga untuk menjadi teknisi jaringan dan agen penjualan voucher internet, sehingga mereka tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga pengelola.
Keuntungan dari penjualan voucher digunakan untuk pemeliharaan jaringan dan pengembangan ke kampung-kampung lain.
Akses internet tidak hanya membuka wawasan luar, tetapi juga mendukung distribusi pengetahuan lokal, seperti dokumentasi tradisi adat dan praktik agraris unik mereka.
Komunitas mampu mandiri dalam mengelola teknologi dan pembiayaan. Kolaborasi dengan pihak luar yang memahami kebutuhan lokal sangat penting. Jaringan berbasis komunitas menjadi contoh harmonisasi antara kemajuan teknologi dan pelestarian budaya lokal.
Kisah ini menunjukkan bahwa teknologi dapat diadaptasi untuk mendukung keberlanjutan komunitas tanpa mengorbankan identitas mereka.
Hal serupa dapat diterapkan di Kawasan Danau Toba. Dengan demikian, tidak hanya menunggu pemerintah atau provider untuk melakukan sesuatu. Akan tetapi, masyarakat juga dapat melakukan perubahan demi memajukan desanya masing-masing.
Penulis/Editor: Damayanti Sinaga
Liputan ini didukung oleh SAFEnet