Gereja Biara Katolik Parapat, Megah Bergaya Belanda

BERSPONSOR

PARAPAT – Menikmati tempat wisata di Kota Parapat tidak ada habisnya. Kali ini ninnA.id membawa ke satu tempat bersejarah tak terduga,  Gereja Biara Katolik Parapat. Banyak orang melihat rumah ibadah umat Katolik ini, sebagai rumah ibadah biasa. Tapi ternyata , gereja ini merupakan peninggalan Kolonial  Belanda.

Gereja Biara sekaligus Gereja Katolik Paroki St Fidelis Sigmaringen Parapat,  terletak di jl Sirikki no 6 Parapat Girsang Sipanganbolon, tidak jauh dari kota wisata Parapat. Untuk menyapa para biara di gereja ini sangat mudah dijangkau, baik melalui kendaraan ataupun berjalan kaki. Kompleks gereja ini berada di lereng bukit yang hening dan sejuk.

Keunikan Gereja Katolik yang dibangun tahun 1955 ini terletak dari bangunan bergaya klasik kolonial, tanpa besi pengikat di badan bangunan, namun tetap berdiri megah dan kokoh hingga saat ini. Desain interior sangat khas dengan dua lantai, tapi satu lantai atas hanya seperempat dari luas lantai bangunan gereja.

Di sekitar kompleks ini berdiri megah bangunan lain peninggalan Belanda. Itulah Gereja Biara pertama di Parapat, yang saat ini dijadikan lokasi sekolah novisiat (frater) sekaligus ruang tamu para pastor dan ruang berdoa mereka. Di kompleks ini juga berdiri bangunan bertingkat untuk asrama para frater dan pastor, beserta ruang belajarnya dan di sudut bangunan berdiri megah Aula Biara.

Selain itu, tak kalah menarik di kompleks sebelah kanan gereja ini berdiri tempat tinggal kesusteran yang bertugas di Paroki Parapat sekaligus sebagai Guru SD di Parapat. Sedangkan di sebelah kiri gereja ada tempat berdoa untuk umum yang dihias dengan desain Bunda Maria.

BERSPONSOR
Gereja Biara Katolik Parapat 2
Tempat berdoa untuk umum yang dihias dengan desain Bunda Maria.(Foto:ferindra)

Saat ini Gereja Biara digunakan oleh pastor, suster dan frater termasuk oleh umat Katolik Parapat dan sekitarnya untuk beribadah. Sedangkan bangunan di sekitarnya digunakan oleh novisiat untuk belajar.

Sejarah Gereja Paroki St Fidelis Sigmaringen dan Novisiat Kapusin Parapat
Para pewarta iman Katolik juga mulai menyebar di Sumatera Utara seperti Medan, Pematang Siantar dan Sibolga, pada masa pendudukan Belanda. Selanjutnya masuk ke tepian Danau Toba, tepatnya di Kota Balige dan menyebar ke Parapat. Akhirnya, Parapat pernah menjadi tempat penginapan para zending  atau penginjil Kristen dari Belanda.

Berdasarkan informasi dalam buku Novisiat Parapat, keberadaan umat Katolik di Parapat berkat pewartaan Iman Katolik pada tahun 1930-an. Namun dulu bukanlah Huria Parapat, tapi komunitas Katolik dengan 4 Huria yaitu (Sualan, Girsang, Ajibata, dan Motung) yang masih di bawah Paroki Jalan Sibolga Pematangsiantar.

Lalu pada tahun 1934, misi pewarta Katolik dari Pematangsiantar berhasil membangun gereja yang saat ini di Stasi Girsang. Di tahun yang sama, misi pewarta dari Balige di Stasi Sibisa berhasil di Motung. Sementara misi dari Samosir berhasil di Stasi Sigapiton pada tahun 1950.

BERSPONSOR
TERKAIT  Pohon Besar di Makam Raja Pardede, Pemberi Sinyal Peristiwa

Seiring perkembangannya maka Huria Sualan melebur dan berpindah menjadi cikal bakal Huria Parapat pada tanggal 05-09-1954, yang sebelumnya telah menjadi Huria /Stasi Parapat Defenitive tahun 1952 yang disahkan oleh Pastor Beatus Jenniskens OFM.Cap.

Selanjutnya persetujuan pendirian Biara Kapusin dan Gereja Induk Paroki di Parapat tanggal 28-08-1954, dilakukan Minister Ordo Kapusin P Benignus dari Milan. Pewarta Gereja Katolik saat itu menjadikan Kota Parapat sebagai lokasi pendidikan calon kapusin (frater) pertama di Pulau Sumatera.

Setelah biara Kapusin dibangun, maka para pastor dari Belanda menetap di Parapat. Saat itu tanggal 17-07-1955 Mgr Ferrerius v.d Hurk dari propinsial Belanda, menerima dua orang calon novis pertama yaitu Valentinus Fonali Daeli dan Cornelius Zebua, namun tidak sampai seminggu Cornelius Zebua mengundurkan diri.

Akhirnya Valentinus Fonali Daeli berhasil menerima jubah tertiaris calon kapusin tanggal 03-10-1955, dan tercatatlah sejarah baru orang pertama ordo kapusin di Indonesia. Setelah di tahbiskan, dia memakai nama baru menjadi Bruder Felix Daeli.

- Advertisement -

Gereja yang dijadikan induk paroki ini, akhirnya dibangun dan diperbesar pada tahun 1955. Sejak tanggal 02-01-1956, Gereja Paroki Parapat ini juga dijadikan Gereja Biara Kapusin Parapat hingga sekarang. Hingga Saat ini, umat Katolik di stasi Parapat masih menggunakan gereja induk Paroki atau Gereja Biara ini sebagai tempat beribadah.

Gereja Katolik Parapat dan Pariwisata
Umat Katolik yang ada di wilayah KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional) Danau Toba, merupakan bagian yang tidak terlepas dalam kemajemukan dan perbedaan untuk menyelaraskan program kepariwisataan.

Menyadari hal ini, Pastor Paroki Parapat P  Hiasintus Sinaga OFM.Cap selaku pimpinan Gereja Katolik Parapat, mengatakan  semua pihak mesti bergandeng tangan untuk mensukseskan program kepariwisataan dan mendukung pemerintah demi kesejahteraan manusia sebagai makhluk mulia ciptaan Allah.

“Semua masyarakat di sekitar Danau Toba semestinya bersyukur dan berterimakasih kepada Tuhan atas keindahan alam Danau Toba yang dikarunikan secara  gratis,” Tutur Pastor Sinaga.

Sebagai wujud syukurnya, setiap elemen masyarakat harus bertanggung jawab untuk memelihara dan mengembangkan kawasan Danau Toba sebagai sumber penyokong hidup yang bermartabat di hadapan sesama dan di hadapan Tuhan.

“Dengan semangat hidup beriman, setiap orang yang ada di kawasan Danau Toba harus mengatakan kepada dirinya, bahwa saya harus hidup sejahtera dan bermartabat berkat kekayaan Danau Toba yang dihadiahkan Tuhan kepada kami,” demikian penekanan Pastor P Hiasintus Sinaga kepada umat Katolik.

 

Penulis    : Feriandra
Editor       : Mahadi Sitanggang

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU