Geopark Kaldera Toba, Laboratorium Alam yang Tiada Duanya

BERSPONSOR

SIMALUNGUN – Danau Toba bukan lagi sekadar indah dan masuk jajaran danau yang luas di dunia. Peringkatnya sudah berbeda, pasca ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark, dalam sidang ke-209 Dewan Eksekutif United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Pada sidang di Paris 7 Juli 2020 lalu, kawasan Danau Toba atau Geopark Kaldera Toba, diibaratkan sebuah laboratorium alam yang tidak ada duanya di muka bumi.

Danau Toba dalam peringkat barunya ini, disampaikan Tarsudi dari Bappeda Pemprovsu. Dilaporkannya, Danau Toba yang tercipta pasca letusan Gunung Toba, 74.000 tahun silam itu, mempunyai keanekaragaman hayati beserta warisan tradisi kebudayaan masyarakat lokal.

Danau Toba memiliki 16 geosite yang cukup menarik untuk dijelajah. Keragaman hayati di masing-masing geosite sangat sering digunakan sebagai objek penelitian oleh para ahli dari berbagai bidang keilmuan, disamping menjadi daerah tujuan wisata tentunya.

Khusus kegiatan wisata, ke 16 geosite juga sangat tepat bagi pecinta wisata edukasi. Ada pengelola geosite yang akan bercerita tentang segala hal yang berkaitan dengan alam sekitar geosite.

BERSPONSOR

Selain 16 geosite, kawasan Geopark Kaldera Toba juga dilengkapi dengan 2 tempat sebagai pusat informasi: di Samosir dan Parapat. Kedua pusat informasi ini juga tak kalah menarik untuk dikunjungi.

Pusat informasi ini dibangun untuk penyebaran informasi dan pemahaman mengenai kekayaan alam Kaldera Toba lewat fasilitas multimedia. Jadi sebelum menjelajah Kaldera Toba, sangat disarankan agar terlebih dahulu mengunjungi salah satu gedung pusat informasi ini.

Ragam pontensi Danau Toba itu kembali diangkat dalam Rapat Kerja Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark (BP-TC UGGp), Selasa – Rabu kemarin, di Atsari Hotel Parapat.

Kordinator Bidang Pemberdayaan BP TC-UGGp, Ombang Siboro, dalam rapat tersebut menekankan, pemberdayaan dan edukasi di kawasan Toba Caldera, secara khusus di 16 geosite, sangat memerlukan  perhatian khusus. Dengan demikian, akan terjadi ketersambungan masyarakat lokal dengan geopark, melalui aktifitas wisata berbasis geopark. Untuk itu, masyarakat sekitar harus diberdayakan agar terlibat sebagai pelaku wisata.

BERSPONSOR
TERKAIT  Mangga Legenda, Kampung Orang Punya Pohon Parapat Punya Nama

Memang, sebagai kawasan wisata berbasis geopark, pembangunan sektor pariwisata tidak lagi melulu pada pembangunan fasilitas seperti hotel. Namun lebih diutamakan pada konservasi, serta melestarikan apa yang sudah ada.

Jejak letusan Gunung Api Toba ribuan tahun yang silam, memang meninggalkan jejak sejarah yang sangat menarik minat siapa saja untuk datang berkunjung ke Danau Toba.

Mengelola Geopark Jangan Biasa-Biasa
Sebagai Taman Bumi, tentu Geopark Kaldera Toba tidak boleh disamakan dengan mengelola destinasi pariwisata secara umum, yang terkesan biasa-biasa saja. Perlu menggabungkan konsep edukasi, konservasi dan memberdayakan masyarakat.

Mengenalkan apa itu Geopark Kaldera Toba, harus menyasar usia dini tingkat PAUD hingga SMA, khususnya di sekitaran Danau Toba. Pendidikan ini bagian dari pembelajaran muatan lokal dan masuk dalam kurikulum pendidikan  tahun 2022.

- Advertisement -

Inilah salah satu program yang diusulkan Kordinator Bidang Edukasi dan Konservasi, Wilmar Simanjorang, dan menjadi serius dibicarakan dalam Rapat Kerja Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark (BP-TC UGGp),

Untuk pemberdayaan masyarakat, Kordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat BP TCUGG, Ombang Siboro, menyarankan dengan tegas, ke 16 pengelola geosite yang ada, harus terus berkomunikasi dengan masyarakat lokal, dan berkomitmen bekerja dengan sungguh- sungguh.

“Pengurus geopark dan pengelola geosite harus memberikan hati dan waktu,  jika tidak serius maka kepengurusan harus direvisi,” ujar Ombang.

Dia juga menyarankan, Bidang Promosi dan Jejaring agar memanfaatkan semua media sosial seperti Twitter, Facebook, Instragram hingga pembuatan artikel 16 geosite di seluruh kawasan Danau Toba.

 

Penulis    : Asmon Pardede/Jogi S
Editor       : Mahadi Sitanggang

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU