NINNA.ID – Rumah tradisional Batak Toba memiliki filosofi tinggi. Dari bentuknya, rumah yang juga disebut banyak orang dengan rumah adat itu harus lebih tinggi di bagian bekakang. Ternyata secara ruang bangun dalam rumah tradisional itu memiliki makna tersendiri.
Perbedaan tinggi antara bagian depan dengan bagian belakang itu mengartikan, masyarakat Batak Toba punya harapan, keturunannya kelak harus punya kedudukan atau status lebih tinggi.
Tiang rumah Batak Toba dibagi 4 bagian yakni tiang sudut sebelah kanan belang disebut Jabu Bona (tempat pemilik rumah). Tiang sebelah kiri belakang disebut Jabu Tampiring tempat Boru (Parhobas). Tiang sebelah kiri depan disebut Jabu Sonding tempat Hulahula dan tiang sebelah kanan depan disebut Jabu Suhat tempat Namarhaha Maranggi (Sesepuh).
Di antara tiang sudut kanan dan kiri, terpajang bilah papan tebal yang disebut Galapang (Sibuaton). Dalam ritual  untuk menyampaikan permintaan kepada roh leluhur, pada umumnya harus menghadap Galapang tersebut.
Pada zamannya Galapang ini juga dikenal sebagai simbol kebenaran. Ketika seseorang maupun beberapa orang hendak menyatakan kebenaran seutuhnya, cukup memegang selembar daun sirih seraya mengungkapkan isi hatinya tulus dan iklas.
Jika pengakuan yang dinyatakannya itu memang benar seperti kenyataannya, tidak ada masalah. Namun, jika melakukan pengakuan palsu, akan mendapat risiko tinggi.
Pengakuan seperti ini sering dilakukan Namarhaha Maranggi (abang adik) pada zamannya. Dari sinilah dasar salah satu falsafah orang Batak Toba, yang selama ini dikenal “Manat Mardongan Tubu (harus ada kehati-hatian bagi abang adik), karena jika terjadi perselisihan tidak ada kata ampun baik secara lisan maupun tindakan. (Bersambung ke hari Kamis)
Penulis  : Aliman Tua Limbong
Editor   : Mahadi Sitanggang