NINNA.ID-Di tengah ketidakpastian ekonomi global, kinerja ekspor Sumatera Utara (Sumut) mengalami perlambatan yang membuat banyak pihak was-was. Meskipun secara nilai Freight on Board (FOB) ekspor Sumut pada 2024 mengalami kenaikan 3% dibandingkan tahun 2023.
kenyataannya dari sisi berat bersih, ekspor justru turun 6,89%. Bahkan, jika dibandingkan dengan tahun 2022, ekspor berdasarkan berat bersih masih lebih rendah 1,7%.
Kondisi ini semakin mengkhawatirkan jika dibandingkan dengan tahun 2021, di mana ekspor Sumut masih lebih rendah 9,2% dari segi nilai FOB.

Padahal, nilai FOB sangat dipengaruhi oleh volume ekspor, nilai tukar mata uang, serta harga komoditas di pasar internasional. Dengan kata lain, kenaikan nilai ekspor yang terjadi tidak sepenuhnya mencerminkan peningkatan kinerja perdagangan luar negeri.
Perlambatan ekspor ini terjadi di tengah meningkatnya tensi perang dagang global. Kebijakan kenaikan tarif yang terus berubah-ubah semakin memperumit situasi dan memberikan tekanan besar terhadap perekonomian Sumut.
Walaupun dampak spesifik dari perang dagang ini terhadap ekspor Sumut sulit diukur secara langsung, peningkatan ketegangan perdagangan dunia jelas memunculkan kekhawatiran bagi para pelaku usaha dan eksportir.
Di tingkat lokal, pelemahan ekspor turut berpengaruh pada ekonomi Sumut secara keseluruhan. Dengan kontribusi ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang melemah, risiko perlambatan ekonomi di Sumut semakin nyata.
Salah satu sektor yang paling merasakan dampaknya adalah perkebunan rakyat, terutama petani kelapa sawit. Ketidakseimbangan harga komoditas ekspor di pasar global dapat berakibat pada menurunnya daya beli petani, yang pada akhirnya bisa menekan konsumsi domestik.
Ekspor Sumut yang melemah juga dapat menjadi indikator kondisi ekonomi negara-negara tujuan ekspor. Negara-negara importir yang mengalami perlambatan ekonomi cenderung mengurangi permintaan terhadap produk-produk Sumut, sehingga volume ekspor turun.
Hal ini semakin menambah tekanan pada industri di Sumut, yang sebagian besar bergantung pada sektor pertanian dan perkebunan.
Dengan industri sawit sebagai tulang punggung ekonomi Sumut, perlambatan ekspor berisiko menekan daya beli masyarakat di berbagai daerah. Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin pelemahan ekonomi akan semakin meluas dan berdampak pada sektor lain.
Para pelaku usaha dan pemangku kepentingan pun kini dihadapkan pada tantangan besar untuk mencari solusi dalam menghadapi gejolak perdagangan global yang masih terus berlanjut.
Penulis: Benjamin Gunawan, Ekonom dari UISU
Editor: Damayanti Sinaga