Ruhut

Doli Doli Sampe Bunga Dalam Budaya Batak

BERSPONSOR

NINNA.ID – SAMOSIR

Seorang laki-laki menjelang dewasa dalam istilah Batak disebut Doli Doli Sampe Bunga. Pada umumnya laki-laki semasa remaja mengalami banyak perobahan seperti perobahan postur tubuh, perubahan suara, perubahan seksual yang sering kita dengar masa puber  (Parpultak ni silada).

Untuk sebutan perempuan menjelang remaja disebut Namar Baju, juga mengalami banyak perubahan antara lain datang bulan dalam istilah Batak disebut Parroni Subang Ni Abitna.

Setelah mereka beranjak dewasa, secara sepontan akan mengenal cinta (Holong). Pada zamannya laki-laki mendatangi perempuan yang dikenal dengan istilah (Martandang) untuk menyampaikan hasrat laki-laki selalu berbalas pantun yang pada masa itu dikenal Marundang Undangan.

BERSPONSOR

Masih ada lagi cara yang lain untuk menyampaikan maksud hatinya, tanpa mengungkapkan kata kata. Ketika Doli Doli (laki-laki) mengetahui si perempuan hendak pergi mandi (Martapian), laki-laki tersebut mengikatkan dua  ujung rumput.

Jika perempuan menerima hasrat si laki-laki  tersebut, perempuan membiarkan ikatan rumput tersebut, jika perempuan yang dituju si laki-laki tersebut tidak setuju, maka perempuan itu (Namarbaju) akan melepas ikatan rumput itu. Jika si laki-laki sudah membulatkan tekadnya harus memiliki perempuan itu, maka laki-laki pergi ke orang pintar (Datu) untuk mencari pelet (Dorma).

Pada masa itu banyak yang berhasil, namun ada juga yang tidak berhasil, tergantung suratan tangan (Takdir) seseorang. Ada juga melalui pendekatan keluarga yang disebut Mangunung. Hal itu biasa dilakukan melalui saudara ayah si perempuan.

Jika perempuan setuju, maka  laki-laki memberi cindera mata berupa kain panjang, sedangkan perempuan membemberi balasan kain sarung, bahkan ada yang langsung tukar cincin. Inilah yang disebut Tanda Burju, yang bertujuan mengikat cinta kedua insan itu.

Setelan laki-laki dan perempuan sudah memadu cintanya, pihak laki-laki mendatangi pihak perempuan memberi uang yang disebut Mandondoni Tanda Burju. Dilanjutkan orang tua laki-laki mendatangi  orang tua perempuan yang dikenal dengan istilah Marhori Hori Ding Ding yang artinya untuk menyepakati berapa mahar (Sinamot/Boli) anak perempuannya, yang harus disampaikan.

TERKAIT  Selain Janda, Batak Mengenal  Beberapa Status Untuk Wanita Menikah
BERSPONSOR

Tentu pada  Marhata Sinamot sudah ada kata sepakat kedua belah pihak untuk menentukan kedatangan pengetua laki-laki. Adapun  pengetua pihak laki-laki terdiri dari keluarga sepupu (Namarhaha Maranggi) pihak marga laki-laki. Sedangkan orang tua perempuan akan mengundang keluarga dekatnya terdiri dari satu kampung, dari saudara orang ayah dan ibu tua laki laki.

Terjadilah kata sepakat dan akan melanjutkan pesta pernikahan kedua insan. Segala unek-unek yang berkaitan dengan adat Batak dijelaskan di acara itu, sehingga terjadi Take and Give (Manjalo Mangalean).

Berselang beberapa hari, pihak perempuan datang ke rumah pihak laki-laki yang disebut Tingkir Tangga. Tujuan acara tersebut agar pihak perempuan mengetahui berapa tangga tumah pengantin laki-laki. Dari tangga rumah itu dapat diketahui tangga genap dan tangga ganjil. Jika tangga rumah penganti laki-laki  genap maka pihak perempuan mengartikan pihak pengantin laki-laki adalah keturunan kaum awam. Jika tangga rumah orang tua pengantin laki-laki tersebut ganjil maka dipastikan ketutunan bangsawan (Keturunan Raja).

 

- Advertisement -

Penulis : Aliman Tua Limbong
Editor   : Mahadi Sitanggang

(Redaksi Ninna.id menyajikan Ruhut dua kali seminggu di kolom budaya dan tetap melalui proses editing tanpa mengurangi makna)

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU