Dokumentasi Na I Hasagian di Tarutung oleh Sitopaksada

NINNA.ID – Nai Hasagian atau Na I Hasagian? Menurut saya, Nai Hasagian. Ukuran saya sederhana. Sebab, nai adalah penyebutan nama panggilan bagi wanita Batak yang sudah punya keturunan. Ada, misalnya, seorang wanita. Ia sudah bersuami. Kini, ia punya anak. Katakan, misalnya, nama anaknya Urdot. Maka, ia akan dipanggil Nai Urdot.

Namun, naskah Thompson Hs berbeda. Ia menjuduli naskahnya begini: NA I HASAGIAN. Ditulis huruf besar. Jika ditulis huruf kecil, maka jadi begini: Na I Hasagian. Thompson Hs tentu punya alasan. Dan, alasan itu belum saya tanyakan. Nanti rencananya akan saya tanyakan. Sebab, minggu ini sampai 29 Agustus, ada dokumentasi.

Dokumentasi ini oleh Sitopaksada melalui program Fasilitasi Bidang Kebudayaan Kemendikbudristek 2022. Jadi, ceritanya adalah dokumentasi karya maestro yang pernah ada. Maestro itu adalah Thompson Hs. Kebetulan, melalui BPNB Aceh, Thompson Hs difasilitasi untuk membuat program Belajar Bersama Maestro.

Itu pada tahun 2018 lalu di Tarutung. Kala itu, pesertanya ada 30 orang. Hampir semuanya sangat aktif. Hadirnya naskah ini juga cukup unik. Jadi, siswa disuruh mencari realita di masyarakat setempat. Ini semacam riset. Para siswa akhirnya menemukan gejala unik tentang petenun. Setelah digali lebih dalam, maka ditemukanlah Na I Hasagian.

BERSPONSOR

Naskah dikerjakan oleh 4 orang peserta yang diangkat menjadi Tim Penulis bersama Thompson Hs. Sejumlah tokoh dalam cerita cenderung dari hasil ingatan sehari-hari semua peserta. Saat itu, kegiatan BBM Opera Batak tersebut diwarnai dengan kunjungan ke lapangan, dengan melihat dan mewawancarai langsung seorang petenun.

Artinya, naskah ini ibarat fiksi nyata. Jadi begini, petenun Batak itu dulunya disebut Na I Hasagian. Petenun umumnya wanita. Karena itu, saya menduga namanya Nai Hasagian, bukan Na I Hasagian. Tetapi, penulis naskah, Thompson Hs, pasti punya referensi tersendiri. Nantilah saya tanyakan secara langsung padanya saat jumpa shooting.

TERKAIT  Di Samosir Panen Padi Tak Lagi Marsiadapari, Odong-Odong Jadi Pilihan

Nah, sembari menunggu informasi tersebut secara langsung, saya juga penasaran dengan pengetahuan pembaca. Penasaran sekali. Sebab, tanpa disadari, pembaca sebenarnya punya informasi yang memadai. Saya malah sangat yakin, sangat banyak informasi tersembunyi di para pembaca. Karena itu, mari bermurah hati.

Boleh dijapri saya di alamat ini: 082164358081. Bercerita tentang apa saja terkait Batak. Tentang ulos. Tentang musik. Tentang sejarah. Tentang apa saja terkait Batak. Hanya dengan begitu, informasi itu bisa awet di kepala para pembaca. Jangan-jangan ada pengetahuan pembaca tentang sejarah ulos, tentang pustaha ulos, tentang buku laklak ulos.

BERSPONSOR

Mungkin, di sana kita temukan istilah Na I Hasagian atau Nai Hasagian. Atau, Jangan-jangan na i Hasagian tak ada kaitannya dengan nai sebagai julukan pada wanita yang sudah punya anak. Sebab, nai itu bukan sebutan kaku. Kadang ia berubah jadi na seperti pada Na Rodo. Kadang malah mengikuti bunyi huruf pertama pada nama berikutnya.

Begitu saja dulu sebagai pemanas. Mari doakan dan dukung agar dokumentasi ini berlangsung dengan baik. Bagaimana pun, kebudayaan Batak dan pejuang kebudayaan Batak harus sama-sama kita dorong. Batak adalah bangsa yang besar. Itu terlihat dari kekompakan Batak. Hanya memang, saat ini, Batak cenderung melupakan tradisinya.

 

Penulis   : Riduan Pebriadi Situmorang
Editor      : Mahadi Sitanggang

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU