Samosir, NINNA.ID – Mentari pagi baru menyapa perbukitan ketika Boru Nadeak, staf Galeri UMKM Bukit Holbung, mulai sibuk menata etalase produk UMKM dan kopi lokal.
Di samping meja kasir, sebuah stiker kecil bertuliskan “Bayar dengan QRIS” mencuri perhatian.
“Bank Indonesia bantu kami bikin QRIS. Sekarang tamu-tamu bisa bayar dengan scan saja. Gampang, cepat,” ujarnya sembari menyambut wisatawan yang mulai berdatangan saat NINNA mampir ke Galeri UMKM pada Rabu 2 April 2025.

Senyumnya merekah, seolah mewakili semangat baru masyarakat Samosir yang tengah menapaki babak digital.
Cerita Boru Nadeak adalah salah satu dari banyak kisah kecil yang membentuk mosaik transformasi ekonomi digital di Kawasan Danau Toba—wilayah yang tengah bersolek sebagai Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP).
Di balik geliat ini, hadir banyak tangan yang bekerja senyap namun strategis. Salah satunya: Bank Rakyat Indonesia (BRI), yang selama ini dikenal sebagai “bank-nya orang desa.”

Dari Lereng Bukit ke Dompet Digital
Hingga September 2024, adopsi QRIS di wilayah kerja Bank Indonesia (BI) Sibolga mengalami lonjakan signifikan. Jumlah merchant naik 21 persen menjadi lebih dari 142.000, dengan Tapanuli Utara memimpin jumlah tertinggi.
Volume transaksi juga tumbuh luar biasa—naik 171 persen mencapai hampir tiga juta transaksi, dengan nilai mencapai Rp336 miliar.
“Ini bukan hanya soal teknologi, tapi perubahan budaya,” ujar Yuda Rizkianto, Kepala BI Sibolga. “Kami melihat masyarakat mulai percaya dan nyaman menggunakan sistem pembayaran non-tunai.”
Namun, bukan hanya BI yang bekerja mendorong adopsi teknologi. Di pelosok-pelosok desa, petugas BRI aktif menyapa masyarakat—dari pasar rakyat hingga kedai kopi—mengajak mereka mengenal layanan BRI Digital seperti BRImo dan AgenBRILink.
“BRI itu seperti jembatan yang menghubungkan kami dengan dunia luar,” kata Marulam Sinaga, pelaku usaha kopi dengan merek Pardosir dari Samosir. Ia mengaku awalnya ragu menggunakan QRIS kepada NINNA pada Selasa 15 April 2025.
“Akan tetapi petugas BRI datang ke Cafe Pardosir, ngajarin sampai bisa. Sekarang sejumlah pembeli bayar pakai scan QRIS.”
Dengan jaringan AgenBRILink yang menjangkau desa-desa terpencil, BRI tidak hanya menawarkan layanan perbankan, tapi juga literasi digital yang konkret.
AgenBRILink seperti Boru Nainggolan di Onan Runggu, misalnya, melayani transfer, pembayaran, dan top-up e-wallet, menjadi tumpuan warga yang tak punya akses ATM atau sinyal stabil.
Tantangan dan Harapan
Meski tren digitalisasi menunjukkan pertumbuhan pesat, kenyataan di lapangan belum sepenuhnya ideal. Di beberapa wilayah seperti beberapa desa di Samosir, sinyal masih jadi barang mewah.
“Kami butuh satelit tambahan. Kalau internet lemah, semua jadi macet. Bayar pakai QRIS pun gagal,” kata Daniel Manik, pemandu wisata yang kerap kesulitan saat melayani wisatawan yang terbiasa cashless.
Data BPS mencatat bahwa masih ada 27 desa/kelurahan di Sumatera Utara yang belum tersentuh akses internet. Dari jumlah itu, 21 berada di sekitar Danau Toba. Sebuah ironi di tengah ambisi digitalisasi nasional.
Meski jalan tak mulus, benih harapan terus tumbuh. Operator seluler memperluas jaringan, pemerintah mendorong infrastruktur, dan BRI hadir sebagai mitra strategis di lapangan. Peran BRI dinilai sangat vital dalam memperkecil kesenjangan digital.
“BRI bisa menjangkau mereka yang paling sulit dijangkau. Bukan hanya bank, tapi juga pendamping teknologi,” ujar Benjamin Gunawan, pengamat ekonomi dari UISU.
Dengan sinergi kuat antara BI, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan lembaga keuangan seperti BRI, Danau Toba tengah menunjukkan bahwa transformasi digital bukan sekadar slogan. Ini tentang menghadirkan keadilan teknologi bagi semua—dari pebisnis besar hingga pemilik warung kecil.
Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025 (BSPI 2025) menargetkan sistem yang cepat, mudah, aman, dan inklusif. Dan di tanah yang kaya sejarah seperti Danau Toba, mimpi itu mulai dijahit rapi—satu per satu.
Kini, pertanyaannya bukan lagi soal “mau atau tidak,” tapi “siap atau belum.” Jika semua pihak terus menyulam langkah bersama, maka digitalisasi akan menjadi lebih dari sekadar kemudahan transaksi. Ia menjadi jalan menuju masa depan ekonomi yang modern, inklusif, dan merata.
Penulis/Editor: Damayanti Sinaga