NINNA.ID – Begitu cepatnya kabar merebak di kampung tersebut sampai-sampai kabar itu sampai ke telinga Datu nasumurung Datu nalumobi, karena dirasa lumayan ganjil. Dia lalu melakukan Paralamaton (penerawangan), dan ternyata benar, ada satu patung di hutan belantara dengan posisi berdiri dengan gaya menari.
Kemudian dengan segera Datu nasumurung membuka Bulu Parhalaan untuk melihat ke mana arah yang harus dituju dan kapan waktu perjalanan akan dimulai. Pada prosesnya banyak hal yang mesti diperhatikan, salah satunya binatang buas pun harus diwaspadai, sebab perjalanan yang akan dilakukan berada di tengah-tengah hutan belantara.
Sepanjang perjalanan Datu nasumurung, dia banyak mendapatkan tantangan Manganakkohi dolok dohot manuati rura (naik gunung dan turun gunung). Pun demikian Datu nasumurung tidak mengurunkan niatnya, mengingat sesuai dengan penerawangan dan berita yang telah santer di negeri itu sangat mengkhawatirkan.
Dalam perjalannya, Datu nasumurung mengalami haus dan lapar. Tapi karena kesaktiannya, dikisahkan, Datu tersebut cukup hanya menjilat Pungga haumasan yang ia bawa untuk mengobati lapar dan hanya mencium Pungga haumasan untuk mengobati rasa haus.
Perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan membuat dia harus beristirahat di tengah perjalanan. Maka berhentilah dia di salah satu pohon yang besar. Saking lelahnya di perjalanan, ia tertidur di pohon kayu tersebut. Pada saat tidur ini, dia mendapat ilham atau petunjuk dari sang Dewata, tempat yang ia tuju sudah dekat.
Setelah dia bangun dari tidur, berdasarkan petunjuk tadi, dengan bergegas dan semangat yang tinggi dia melanjutkan perjalanannya. Tidak berapa lama berjalan, benar memang, sudah tepandang matanya ada satuh patung yang menggambarkan sosok perempuan cantik dengan gaya menari.
Melihat itu, dengan kemampuan yang dimilikinya Datu nasumurung itu pun melakukan aksi silatnya untuk menentukan apakah patung itu dapat bergerak atau tidak. Dan ternyata setelah didekati memang benar patung putri cantik menawan itu tidak bergerak. Dia lalu memeriksa bentuk patung tersebut serta ulos dan perhiasan yang telah lengket di badan patung itu.
Dari hasil pengamatan yang dia lakukan, timbullah pertanyaan di benaknya siapalah yang mengukir ini, dan siapa pulalah yang memakaiakan ulos dan perhiasan di tubuh patung ini, dan apa maksudnya? Dalam hati dia bergumam, Saya adalah Datu nasumurung Datu nalumobi dengan kesaktian yang saya miliki patung ini mungkin akan bisa saya hidupkan.
Dengan segera Datu nasumurung mengeluarkan Ugasan Homitannya yaitu Satti, Tawar parabang abang tawar parubung ubung, siparata baung busuk, sipangolu naung mate, dan juga pungga haumasan dohot tintin sipajadi jadi.
Maka dia mulai Martonggo (berdoa) “Asa hutonggo ma hupio, hupangalu alui sahala nigurukku, badia ni gurukku, paisada, paidua, paitolu, paiopat, pailima, paionom, papitu parsadaan. Umban nahutonggo pe hamu doba ompung, dang namanjou mangan dang namanjou ninum. Asa tuat doba hamu ompung sian ginjang ni ginjangan, sian langit ni langitan, sian langit sitolu tikko, sian ombun sipitu lampis, sian bintang marjorbut tu hotang marsunsang marhite batu martangga tangga batu martinggi tinggi. Jadihon ma doba ompung hosa hangoluan dohot tondi namangolu tu siboru manggale on”.
Tonggoi masih berlanjut. “Dibuat ma harbue pir dirumatondihon ma tu siboru manggalei, Dibuat ma sawan puti namarisihon mual tio dohot anggir”. Setelah melakukan beberapa ritual dia kembaliberucap.
“Nion ma doba ompung sawan namarisihon mual tio dohot boras ni sunsang duri parbinotoan ni nadenggan dohot naroa. Hupakke hami maon asa puti sohaliapon puti sohabubuan, sitokka haliapon sitokka habubuan”.
Penulis : Aliman Tua Limbong
Editor : Mahadi Sitanggang