Toba, NINNA.ID– Kala pandemi Covid-19 menghantam, dunia usaha terpaksa berubah arah dengan cepat. Toko tutup, pelanggan menghilang, dan omzet anjlok. Bagi pelaku UMKM, kondisi itu tak ubahnya seperti menavigasi badai tanpa kompas.
Namun, dari krisis itu pula lahir titik balik: digitalisasi bukan lagi sekadar pilihan, tapi keharusan.
Pelan tapi pasti, pelaku UMKM mulai beralih ke ranah daring. Salah satu alat bantu yang banyak diandalkan selama proses ini adalah aplikasi BRImo dari Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Lebih dari sekadar aplikasi perbankan, BRImo telah menjadi semacam ‘alat bertahan hidup’—dan bahkan tumbuh—bagi banyak UMKM di tengah era digital.
Di Kawasan Danau Toba, transformasi ini terjadi nyata. Marandus Sirait, Ketua Asosiasi UMKM Kaldera Toba sekaligus pemilik produk rempah Andaliman Taman Eden, menjadi saksi hidup bagaimana BRImo membuka jalan ketika jalan seolah tertutup.
“Waktu pandemi, penjualan offline kami lumpuh. Tapi lewat BRImo, transaksi jadi gampang dan cepat. Ditambah kerja sama kami dengan JNE untuk pengiriman, kami bahkan dapat diskon ongkir. Itu sangat membantu,” ungkap Marandus kepada NINNA pada Kamis 17 April 2025 mengenang masa tiga tahun silam.

Cerita serupa datang dari Ricky Siahaan, pemilik Partungkoan Kopi Tarutung. Sebagai pengusaha kopi lokal yang mengandalkan pembeli dari berbagai kota, Ricky merasa BRImo memberi kemudahan yang sebelumnya hanya bisa dibayangkan.
“Kami tinggal kirim QR Code ke pelanggan. Sekejap, pembayaran masuk. Praktis dan aman,” katanya.
Tak perlu lagi mencatat manual, antre di bank, dan sebagainya. Kini cukup dilakukan dari ponsel.
BRImo tak hanya memberi solusi teknis, tapi juga membangun kebiasaan baru di kalangan UMKM: melek teknologi dan paham literasi keuangan.
Banyak pelaku usaha kecil awalnya gagap digital, mulai berani mencoba. Mereka tak sekadar menerima uang lewat aplikasi, tapi juga mencatat transaksi, membaca laporan keuangan sederhana, bahkan belajar memasarkan produk lewat fitur digital yang tersedia.
Transformasi ini bukan kosmetik. Ini adalah pondasi baru ekonomi lokal.
BRImo dan Kepuasan Pengguna
Di Medan, penelitian yang dilakukan tim Universitas Negeri Medan tahun lalu memperkuat dampak positif BRImo. Dalam survei terhadap 36 responden, seluruhnya (100%) menyatakan BRImo memudahkan aktivitas perbankan mereka.
Dari pembayaran listrik, pembelian pulsa, hingga transfer dana—semua bisa dilakukan tanpa perlu ke bank.
Fitur pengingat tagihan dinilai sangat membantu oleh 94,4% responden, meskipun beberapa berharap notifikasinya lebih tepat waktu.
Yang tak kalah penting, BRImo hadir dengan sistem keamanan berlapis. Sebanyak 91,7% responden mengaku merasa aman menggunakan aplikasi ini, walaupun sebagian kecil masih khawatir jika data pribadi tidak dijaga dengan baik.

Tantangan di Tengah Kemajuan
Meski banyak pujian, tantangan masih ada. Notifikasi yang kadang terlambat, atau antarmuka yang membingungkan bagi pengguna baru, menjadi catatan.
Keinginan agar semua transaksi cukup dengan sidik jari juga jadi harapan umum—khususnya dari generasi muda pengguna BRImo.
Namun satu hal yang pasti: adopsi teknologi tak bisa dibendung. UMKM yang mampu menyesuaikan diri, punya peluang lebih besar untuk bertahan dan melesat.
BRImo bukan lagi sekadar alat bantu perbankan. Ia adalah jembatan yang menghubungkan para pelaku UMKM dengan ekosistem digital yang lebih luas.
Dari warung kopi kecil di Tarutung hingga produsen rempah di pinggir Danau Toba, BRImo menjadi teman setia dalam perjalanan menuju kemandirian finansial.
Digitalisasi UMKM bukan tren musiman. Ini adalah gerakan besar menuju ekonomi yang inklusif, modern, dan tangguh.
Dan di tengah semua itu, BRImo berdiri sebagai simbol bahwa kemudahan, keamanan, dan efisiensi bisa hadir dalam satu genggaman—dan membawa harapan baru untuk ekonomi bangsa.
Penulis/Editor: Damayanti Sinaga