Jakarta, NINNA.ID– Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa puncak musim kemarau di Indonesia akan terjadi pada Juni, Juli, dan Agustus 2025.
Berdasarkan pemetaan BMKG, Sumatera Utara termasuk dalam wilayah yang perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap dampak musim kemarau ini, terutama di sektor pertanian dan ketersediaan air.
Plt. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan bahwa awal musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia bervariasi, ada yang terjadi sesuai normalnya, maju lebih cepat, atau mundur lebih lambat.
“Jika dibandingkan dengan rerata klimatologinya (1991-2020), awal musim kemarau di Sumatera cenderung terjadi pada waktu yang sama dengan kondisi normal,” ujar Dwikorita dalam konferensi pers di Jakarta pada 13 Maret 2025.

Sumatera Utara dan Karakteristik Musim Kemarau 2025
BMKG memprediksi bahwa sifat musim kemarau di Sumatera Utara akan bervariasi. Beberapa wilayah di provinsi ini diperkirakan mengalami musim kemarau yang lebih kering dibandingkan dengan kondisi klimatologisnya.
Secara umum, musim kemarau di Sumatera Utara akan bersifat normal hingga lebih kering, dengan beberapa wilayah mengalami curah hujan di bawah rata-rata.
Adapun daerah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau di bawah normal, atau lebih kering dari biasanya, mencakup Sumatera bagian utara, termasuk beberapa kabupaten di Sumatera Utara.
Hal ini berpotensi meningkatkan risiko kekeringan dan kebakaran hutan, terutama di wilayah yang sering mengalami fenomena ini pada tahun-tahun sebelumnya.
Dampak pada Sektor Pertanian dan Ketersediaan Air
BMKG mengimbau masyarakat dan pemerintah daerah untuk mengambil langkah mitigasi menghadapi musim kemarau 2025. Di sektor pertanian, petani di Sumatera Utara disarankan untuk menyesuaikan jadwal tanam serta memilih varietas tanaman yang tahan terhadap kondisi kering. Pengelolaan sumber daya air juga harus dioptimalkan untuk menghadapi kemungkinan berkurangnya pasokan air irigasi.
“Di wilayah yang berpotensi mengalami musim kemarau lebih kering, pemerintah dan masyarakat perlu memastikan ketersediaan air dengan mengoptimalkan sumber air alternatif serta memperbaiki sistem irigasi,” ujar Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan.
Potensi Kebakaran Hutan dan Kualitas Udara
Selain dampak pada pertanian, Sumatera Utara juga perlu mewaspadai potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) akibat cuaca kering. Beberapa daerah yang sebelumnya mengalami kebakaran hutan perlu meningkatkan kesiapsiagaan dan melakukan patroli pencegahan.
Kualitas udara juga berpotensi memburuk akibat meningkatnya jumlah titik api. BMKG mengingatkan bahwa peningkatan polusi udara dapat berdampak pada kesehatan masyarakat, terutama di kota-kota besar seperti Medan, Binjai, dan Pematangsiantar. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk mengurangi aktivitas luar ruangan jika terjadi peningkatan polusi udara.
BMKG juga melaporkan bahwa fenomena atmosfer-laut seperti El Niño-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) berada dalam kondisi netral sepanjang musim kemarau 2025. Dengan demikian, meskipun tidak ada anomali iklim global yang signifikan, wilayah yang memiliki karakteristik lebih kering tetap perlu waspada terhadap dampak kemarau.
Langkah Antisipasi untuk Masyarakat dan Pemerintah
BMKG mengajak pemerintah daerah di Sumatera Utara untuk melakukan langkah-langkah mitigasi seperti:
- Menyediakan sumber air cadangan dan memperbaiki sistem distribusi air bagi masyarakat.
- Mengawasi daerah rawan kebakaran hutan dan lahan serta meningkatkan patroli pencegahan.
- Mempersiapkan sektor pertanian dengan strategi adaptasi, seperti penggunaan varietas tanaman yang tahan kekeringan.
- Mengurangi risiko kesehatan akibat polusi udara dengan edukasi masyarakat dan pemantauan kualitas udara secara ketat.
BMKG berharap prediksi ini dapat menjadi dasar dalam mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan kesiapsiagaan menghadapi dampak musim kemarau, khususnya di Sumatera Utara.
Dengan perencanaan yang baik, dampak negatif musim kemarau dapat diminimalkan, sehingga ketahanan lingkungan dan ekonomi daerah tetap terjaga.
Penulis: PRBMKG
Editor: Damayanti Sinaga