SAMOSIR – Sebagai salah satu Destinasi Super Prioritas, Danau Toba merupakan destinasi yang memiliki wilayah paling luas. Berada di 7 wilayah kabupaten, kesiapan masyarakat sekitar, terlebih para pelaku pariwisata mutlak dituntut dalam menjaga DSP Danau Toba. Lalu muncul pertanyaan, bisakah orang Batak melakukannya dengan stigma Batak itu seram dan tidak ramah?
Orang Batak, jauh sebelum Danau Toba ditetapkan sebagai Destinasi Super Prioritas, dikenal sebagai komunitas suku yang terbuka kepada dunia luar.
Bahkan, leluhur orang Batak sudah punya cara tersendiri untuk melayani tamu yang datang maupun yang sekedar singgah.
Jika ada orang yang kemalaman dalam perjalanan, biasanya dia akan menginap di desa yang dilaluinya. Penduduk desa pun akan melayaninya dengan baik. Ada kisah usang di tengah orang Batak, tentang pelayanan kepada seorang tamu yang menginap di suatu desa.
Saat itu musim hujan. Untuk sekedar menyuguhkan air hangat, pemilik rumah yang kebetulan sebagai kepala desa kebingungan, karena kesulitan mendapatkan kayu bakar.
Tak ingin tamunya kedinginan, kepala desa lalu mengambil anak tangga salah satu rumah warganya, untuk dijadikan kayu bakar. Pemilik rumah tidak protes, sebab besoknya kepala desa segera mengganti anak tangga tersebut.
Orang Batak itu juga tidak seram, hanya karena suaranya yang keras. Ketegasan orang Batak juga bukan karena keras kepala. Hal itu terbantahkan, karena umumnya orang Batak, bahkan kaum prianya murah terharu.
Sepenggal kisah di atas terungkap dalam acara Biannual Tourism Forum, dalam rangka pengembangan pariwisata untuk pemulihan pariwisata oleh Deputi Sumber Daya dan Kelembagaan Direktorat Pengembangan SDM Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif /Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sejak 7-8 Desember 2021 di Labersa Toba Hotel & Convention, Balige, Kabupaten Toba.
Dalam pertemuan itu, seorang praktisi pariwisata, Ombang Siboro yang hadir sebagai narasumber mengatakan, sangat penting dilakukan peningkatan kualitas pelayanan pariwisata di Kawasan Danau Toba (KDT).
Pelaku pariwisata perlu diarahkan agar tidak bermindset pedagang, yang berfikir sebatas profit atau keuntungan, tetapi bermindset pengusaha dengan DNA melayani.
Dengan demikian, usaha yang dikelola menjadi perusahaan yang melayani.
Sebelumnya, narasumber dari Poltekpar Medan, Sumihar Sebastiana Sitompul menguraikan, terdapat beberapa peran penting keberadaan SDM di industri pariwisata yaitu sebagai motor penggerak kelangsungan industri pariwisata.
Biannual Tourism Forum yang dibuka Direktur Pengembangan SDM Pariwisata Kemenparekraf Florida Pardosi, terlihat mendapat antusiasme tinggi dari peserta yang terdiri dari para pelaku pariwisata di Kawasan Danau Toba.
Penulis : Asmon Pardede
Editor   : Mahadi Sitanggang