NINNA.ID-Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) terus konsisten berupaya agar Sistem Resi Gudang dapat berkembang. Pada mulanya, Sistem Resi Gudang fokus menjamin ketersediaan pasokan komoditas, khususnya bahan pangan dalam negeri.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, Sistem Resi Gudang terbukti mampu rebranding ulang berorientasi ekspor ke pasar global. Selain masyarakat mudah mendapatkan barang kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, para pelaku usaha juga dapat menjual komoditasnya go global dengan mekanisme penyimpanan komoditas pada Sistem Resi Gudang.
Demikian disampaikan Sekretaris Bappebti Olvy Andrianita dalam pembukaan Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) atau Focus Group Discussion (FGD) di Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Kamis lalu (15/6).
Diskusi digelar Bappebti dengan menggandeng PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI) dan mengusung tema “Transformasi Gudang Sistem Resi Gudang: Meningkatkan Efisiensi dan Akses Pasar”.
“Kementerian Perdagangan berusaha memberikan ruang lebih luas kepada seluruh pemangku kepentingan untuk menggunakan komoditas yang lebih bervariasi. Melalui agenda kali ini, diharapkan Bappebti dapat menghimpun masukan dan rumusan yang konkret dalam penguatan fungsi dan peran Sistem Resi Gudang. Hal ini bertujuan meningkatkan perekonomian nasional dan akselerasi perdagangan melalui penguatan ketersediaan kebutuhan dalam negeri dan peningkatan ekspor,” ujar Olvy.
Olvy menyebut, pertemuan ini merupakan forum yang tepat karena dihadiri praktisi, pemangku kepentingan di bidang dalam negeri dan ekspor, serta pengawas. Dengan demikian, mampu dihasilkan hal-hal positif yang dapat dijadikan pijakan dalam merumuskan teknis terkait Sistem Resi Gudang.
”Terkait kebijakan, saat ini, Bappebti tengah memproses harmonisasi untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan terkait SRG. Dalam Peraturan Menteri yang berlaku saat ini, terdapat 20 komoditas yang tercakup, yaitu gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, rotan, garam, gambir, teh, kopra, timah, bawang merah, ikan, pala, ayam beku karkas, gula kristal putih, dan kedelai. Nantinya, akan dtambahkan tembakau dan kayu manis sehingga menjadi total 22 komoditas yang diregulasi Bappebti,” imbuh Olvy.
DKT tersebut termasuk dalam rangkaian kegiatan Bulan Literasi Sistem Resi Gudang yang berlangsung selama sebulan (22 Mei–22 Juni 2023). Bulan Literasi Sistem Resi Gudang telah dibuka Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga secara resmi di Subang, Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Olvy memandang, pemanfaatan Sistem Resi Gudang sebagai mekanisme pembiayaan berbasis komoditas dapat mendukung kegiatan eksportir komoditas yang telah dapat diresigudangkan.
Saat ini, telah muncul pengelola gudang dan pelaku Sistem Resi Gudang yang merupakan pelaku ekspor atau eksportir untuk beberapa komoditas, seperti kopi, rumput laut, beras organik, ikan, dan timah.
Komoditas yang disimpan dapat dijadikan pembiayaan sehingga aktivitas perusahaan dapat tetap berjalan. Hal ini diharapkan dapat diterapkan pelaku usaha lain dalam meningkatkan kinerja perusahaan.
Sebagai contoh terkini, pada pembukaan Bulan Literasi Sistem Resi Gudang, Wamendag Jerry melepas ekspor 19,2 ton kopi robusta dari gudang Sistem Resi Gudang Kabupaten Subang ke Mesir dan Libanon serta melepas ekspor 9.5 ton kakap Angkoli dari gudang SRG Kabupaten Probolinggo ke Australia.
Di samping itu, kisah sukses ekspor komoditas dari gudang Sistem Resi Gudang juga terjadi di beberapa daerah, yaitu Aceh (kopi), Jawa Timur (ikan dan rumput laut), Jawa Tengah (beras dan timah), Jawa Barat (kopi), Sulawesi Selatan (ikan dan rumput laut), Sumatera Barat (gambir), dan Kepulauan Bangka (timah).
Pengalaman tersebut menunjukkan Sistem Resi Gudang bukan hanya sebagai sarana tunda jual, tetapi juga dapat memberikan solusi peningkatan ekspor dan memastikan komoditas Indonesia dapat menduduki tempat yang baik di pasar global.
Olvy memandang, beragam permasalahan dihadapi pelaksanaan Sistem Resi Gudang. Mulai dari SRG yang saat ini baru mengakomodasi 20 komoditas, lokasi implementasi Sistem Resi Gudang perlu diperluas, perlunya pembiayaan yang cepat dan ekonomis, dukungan pemerintah daerah yang belum maksimal, hingga perlunya meningkatkan peran badan pengawas yang melingkupi setiap penjuru Indonesia.
”Persoalan ini tentu memerlukan koordinasi dan tindak lanjut yang berkesinambungan antarinstansi yang terlibat. Melalui DKT dengan seluruh pemangku kepentingan, Bappebti dapat memperoleh masukan dan saran serta rumusan untuk mengakselerasi implementasi Sistem Resi Gudang di Indonesia,” tegas Olvy.
DKT dihadiri perwakilan sejumlah instansi terkait, pengelola gudang Sistem Resi Gudang, lembaga pembiayaan, lembaga penyelenggara Pasar Lelang Komoditas (PLK).
Bertindak sebagai moderator Kepala Biro Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK), Sistem Resi Gudang, dan PLK Widiastuti.
Hadir sebagai narasumber Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Sistem Resi Gudang dan PLK Heryono Hadi Prasetyo; serta Kepala Pusat Pelatihan SDM Ekspor dan Jasa Perdagangan (PPEJP) Sugih Rahmansyah.
Selanjutnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) Roy Mandey; serta Direktur Utama PT Kliring Perdagangan Berjangka Indonesia (KPBI) Yose Skundarisa; dan Senior Vice President Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Sunu Widi Purwoko.
Dalam sesi diskusi, Heryono menyebutkan tiga kelemahan UKM Indonesia, yaitu dari aspek kuantitas, kualitas, dan kontinuitas. Heryono meyakini, Sistem Resi Gudang menunjang aspek kontinuitas pasokan untuk ekspor.
Mendatang, pelaksanaan Sistem Resi Gudang juga akan mengurangi penggunaan kertas (paperless) dengan didukung implementasi rantai blok (blockchain). Memetakan dari 20 komoditas yang diregulasi, Heryono menargetkan ekspor ikan, rumput laut, dan kopi.
”Selain menargetkan ekspor, komoditas Sistem Resi Gudang, misalnya beras, juga dapat di-branding beda dengan lainnya. Maksudnya, beras Sistem Resi Gudang tersebut sudah memiliki beberapa sertifikat. Berikutnya, dengan distempel ’kualitas resi gudang. Resi gudang juga akan ditingkatkan keterlacakannya (traceability). Intinya, Sistem Resi Gudang akan go digital dan ditingkatkan ekspornya,” urai Heryono.
Sugih Rahmansyah menyampaikan, pengelola gudang SRG perlu didorong agar memiliki kompetensi untuk melakukan pasokan, baik ke industri dalam negeri maupun ekspor secara mandiri.
Kompetensi dimaksud antara lain kemampuan produksi, penjenamaan (branding) analisis peluang pasar/negara tujuan, analisis kompetitor, pengurusan proses perizinan dan administrasi, hingga pengiriman; Adapun Roy Mandey mendorong membangun sinergi gudang SRG dengan pasar dalam negeri luar negeri, baik bekerja sama dengan offtaker (retail/Aprindo dan pabrikan) maupun pemasaran terbuka melalui PLK.
Sementara itu, Yose Skundarisa mengungkapkan, KPBI mendukung penjaminan transaksi untuk SRG. Saat ini, terdapat 10 komoditas SRG yang dibiayai oleh KPBI. Harapannya, pengelola gudang dapat lebih memahami proses bisnis SRG dan tidak hanya menjaga barang, tapi juga berbisnis untuk komoditas SRG.
Sunu Widi Purwoko menyampaikan, LPEI memiliki program pembiayaan modal kerja untuk pelaku usaha. Pembiayaan modal kerja LPEI berbasis resi gudang pernah dilakukan LPEI berdasarkan perjanjian tiga pihak. Pembiayaan menggunakan skema CMA tidak banyak digunakan, lebih banyak digunakan skema revolving dan transaksional.