NINNA.ID-Beda orang, beda cara pandang. Bagi para petani, monyet merupakan binatang menyebalkan. Tidak hanya menghabiskan tanaman. Juga bisa merusak seluruh tanaman. Sangat menjengkelkan bagi para petani.
Tak heran, jika mendapati seseorang yang sifatnya sangat menjengkelkan, terlontarlah kata “dasar bodat!” (baca: dasar monyet!). Tapi sangat beda halnya bagi para guide, terkhusus bagi Abdul Rahman Manik.
Bagi mereka, monyet-monyet ini adalah teman. Teman genit, manja dan suka usil.
Adalah si Nelly yang bisa bedakan mana pria, mana wanita. Dia memang mau main sama pria dan wanita. Tapi dia lebih genit kepada pria. Tak percaya?
Foto jadi bukti cerita.
Selama berada di Monkey Forest Area Sibaganding si Gopal Manik sama genit dan manjanya seperti Nelly. Pun paling usil! Sudah dilepas tangannya, tapi masih saja mau letakkan tangan di bahu para guide. Gopal bertingkah seolah para guide kawan lamanya.
Punya Perasaan
Ikut Fam Trip Simalungun ke Monkey Forest Area buat para pelaku pariwisata dapat memahami perasaan Abdul Rahman Manik begitu dalam.
Primata ini telah menjalin hubungan sangat akrab dengannya. Siamang-Siamang ini adalah keluarga Rahman Manik. Gopal Manik adalah siamang jantan. Nelly adalah siamang betina, ibunya Gopal.
Begitu para peserta Fam Trip Simalungun tiba ke Monkey Forest Area, para primata ini seolah sudah tahu apa tugas mereka.
Begitu kami tiba, ada begitu banyak beruk berdatangan. Seolah mengkhususkan diri menyambut kami.
Rahman pun mulai mengajak kami untuk segera berkenalan dengan primata-primata ini. Pendekatan pertama untuk mengenal primata ini adalah mengajak makan. Para guide tak menyia-nyiakan kesempatan untuk memberi makan.
Sesi memberi makan begitu seru. Sekalipun para beruk sudah lama tinggal bersama beruk lainnya, masih saja ada rasa cemburu satu sama lain.
Cemburu karena rebutan makanan. Ada yang tak sabar dikasih satu-satu, ingin segera dapatkan lebih banyak.
Alhasil seorang guide bernama Kak Ros secara alami menjadi seperti ibu ke primata ini yang bilang,” Eh, sabarlah! Tadi kau sudah dapat. Yang lain belum dapat loh!” ujar Kak Ros.
Sudah dilarang, tapi ada saja yang usil, seperti anak kecil suka cari gara-gara ke kawannya. “Diam! Tadi sudah dapat,” kata Kak Ros memberi makan para beruk.
Para peserta Fam Trip Simalungun yang lain jadi tertarik untuk memberi makan beruk.
Seraya kami memberi makan para beruk, Rahman pun meniup terompet disertai teriakan, ternyata itu adalah cara untuk memanggil Siamang.
Dalam beberapa menit muncullah si Nelly dan Gopal Manik. Nelly dan Gopal adalah Mama dan Anak. Tapi tubuh mereka sudah hampir sama besar. Gopal sudah punya adek yang digendong Nelly.
Seolah tahu kedatangan tamu, Nelly dan Gopal mulai melompat, turun dari satu ranting ke ranting lainnya. Gopal pertama turun dan segera mendekati kami.
Lalu sesi perkenalan kepada Gopal dan Nelly pun mulai. Caranya masih sama. Dengan ajak makan. Layaknya manusia ingin akrab satu sama lain, biasanya ajak makan. Minimal ajak minum.
Tapi primata ini tak perlu diajak minum, yang mereka butuhkan adalah makanan. Sayangnya makanan mereka sudah menipis di hutan. Itulah alasannya Rahman ajak masyarakat untuk beri makan primata-primata ini.
Primata ini semakin kelaparan, tidak punya tempat mengadu untuk mengisi perut mereka. Mereka juga semakin kehilangan rasa aman di rumah mereka—di Hutan Sibaganding.
Ada saja pemburu yang masuk kawasan mereka. Ada yang menghancurkan pohon-pohon tempat mereka berteduh.
Rahmanlah satu-satunya pribadi tempat mereka mengadu.
Itulah sekilas yang para peserta Fam Trip Simalungun simpulkan. Meski hidup terancam dan penuh kekhawatiran, primata-primata ini bisa merasakan para peserta Fam Trip bukanlah musuh. Tetapi kawan.
Terkhusus para guide, sangat akrab dengan mereka. Batin Gopal, Nelly, Adudu, dan primata lainnya seolah bisa bedakan mana yang tulus mengasihi mereka, mana yang tidak.
Mana yang mengancam mereka, mana yang menyambut mereka. Mereka juga seolah tahu taraf keusilan mereka.
Saat keusilan mereka sudah berlebihan, Rahman menghardik mereka. Rahman meminta mereka untuk menghargai para tamu, lantas mereka pun hentikan keusilan mereka.
Tapi seolah tidak tahan untuk berdiam diri, si Gopal dan Nelly mulai cari gara-gara lagi. Genit sekali mau foto bareng Mas Wira, Tim Konten Dinas Pariwisata Simalungun.
Untung baik Mas Wira tidak menolak untuk foto bareng. Jika tidak, Nelly mungkin kesal dan segera tinggalkan kami. Atau mungkin saja mengejek lantas pergi.
Demikian pula si Gopal yang terus-menerus usil menarik dan memegangi Pak Joe Sumarno. Awalnya Pak Joe kaget.
Perlahan Pak Joe membiarkannya untuk memegangi kakinya. Namun, Gopal makin usil lantas kena senggak. Gopal pun sadar jika dia sudah melebihi batas.
Seolah tahu mana yang bisa diusilin, mana yang harus dihormati dan disayangi, Gopal memeluk Kak Nani erat. Apakah dia merasakan sikap keibuan pada diri Kak Nani?
Hanya Gopal yang tahu. Pastinya kami takjub dengan sikap Gopal yang meluk Kak Nani erat. Kak Nani pun dengan lembut memegang erat tubuh Gopal.
Banyak kegenitan, keusilan Gopal, Nelly dan Adudu untuk diceritakan. Tapi lebih enak jika kita langsung jumpa sama Gopal, Nelly dan Adudu. Mereka tinggal di Monkey Forest Area Sibaganding bersama Abdul Rahman Manik.
Kunjungan ke Monkey Forest
Untuk kunjungan ke Monkey Forest Area Sibaganding Parapat dimulai pukul 07.00-16.00 WIB setiap hari. Tidak ada biaya masuk.
Para pengunjung bisa berkenalan dengan para beruk dan Siamang seperti Nelly, Gopal, Adudu, dan anaknya Nelly yakni Bagas. Para pengunjung dapat membeli satu keranjang pisang seharga Rp100.000.
Namun, karena beruk dan siamang hidup di alam liar, para pengunjung mungkin harus menunggu Siamang dipanggil Rahman Manik supaya bisa jumpa. Jika beruntung, bisa ketemu semua Siamang.
Rahman Manik sangat berharap para pengunjung tidak memberi makan monyet di jalan. Sebab, itu mendatangkan bahaya bagi mereka. “Saya harap masyarakat tidak kasih makan mereka di sepanjang jalan raya. Bawalah makanan dan kasih makan mereka (monyet) di Monkey Forest Area” harap Rahman Manik.