Bagaimana Danau Toba Bisa Terkenal dan Sejajar seperti Bali?

Tahun 2014 titik awal dimana aku sangat sering memikirkan Danau Toba, khususnya Samosir. Tahun itu aku berangkat ke Jakarta untuk melihat persiapan Terminal 3 Ultimate Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Semua biaya termasuk tiket pesawat disediakan oleh Angkasa Pura II.

Di sana aku dan para pemenang lomba tulisan jurnalistik diajak untuk menikmati berbagai lokasi wisata di Jakarta.

Tugu Monas Membludak!

BERSPONSOR

Untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki ke Tugu Monas. Saat itu aku bersama rekan-rekan wartawan dari berbagai daerah merasa jenuh dengan antrian yang membludak.

Gelinya, aku berjumpa dengan murid-murid dari Medan yang lagi study tour. Aku sempat teriak ke mereka,”Horas bah! Aku orang Medan juga!”

Aku juga berjumpa banyak warga dari daerah lain yang sekadar mau tahu bagaimana Tugu Monas itu.

Ku pikir kian ada hal yang sangat spesial di Tugu ini, ternyata yang katanya emas di dalam, tidak bisa kita saksikan.

BERSPONSOR

Jadi, hanya lihat pemandangan dan peninggalan sejarah saja.

Dengan perasaan sedikit kecewa karena berdesak-desakan dengan para pengunjung lain, aku berusaha mencari hal positif apa yang bisa ku pelajari.

MEMBLUDAK
Lihat foto di atas pengunjung Tugu Monas membludak, ratusan bahkan berasal dari Medan. (foto: istimewa)

Ku Ingatlah Samosir, Danau Toba

Tak lama kemudian pikiranku tertuju ke Danau Toba, khususnya Pulau Samosir, kampung halaman orang tuaku. Tempat dimana aku pernah sekolah selama 3 tahun lebih.

- Advertisement -

Tempat yang pernah mewarnai perjalanan hidupku.

Aku berpikir mendalam, mengapa tidak sebanyak ini jumlah orang yang berkunjung ke Danau Toba. Selain cinta akan Danau Toba, aku juga ingin orang lain mengenal kampung halamanku.

Saat aku lagi pikirkan itu. Bertepatan pula pemandu wisata kami dari Bee Bee 7 Travel punya banyak pengalaman tentang jual paket wisata berbagi pengalaman denganku.

Dia pernah merancang berbagai ide untuk menjual paket wisata Samosir.

Lalu dia cerita kalau Danau Toba, khususnya Samosir punya daya pikat yang luar biasa. Namun, ada berbagai kendala yang membuat sulit bagi mereka menjual paket wisata ke Samosir.

Dia membandingkan Samosir dengan Taman Simalem.

Taman Simalem dikelola oleh swasta asing sementara objek wisata Samosir itu ada banyak dan dikelola oleh berbagai pihak.

Beda Taman Simalem dan Samosir

Mengapa paket wisata Taman Simalem lebih laris-manis dibandingkan paket wisata ke Samosir. Itu karena berbagai hal di antaranya: Pertama, jarak dan waktu tempuh menuju Pulau Samosir.

Dia bilang, umumnya para wisatawan hanya punya waktu singkat berlibur. Bila waktu tempuh mereka terlalu lama dan tidak pasti, mereka tentu kurang tertarik.

Kedua, Medan dan beberapa daerah di Sumut itu terkenal kurang ramah terhadap para pengunjung.

Ada banyak hal yang perlu dicontoh oleh warga Sumut, khususnya Pulau Samosir dari penduduk di Bali.

Penduduk Bali menganggap para turis sebagai tamu istimewa yang harus diperlukan dengan baik.

TERKAIT  Dari Ladang ke Pasar: Peran Platform Digital dalam Keberhasilan Pertanian Afrika Barat

Mereka merasa sangat bergantung pada dunia pariwisata makanya para turis diperlakukan sebagai raja dan ratu.

Perlakuan yang nyaman tersebut bisa diingat dan diceritakan oleh para turis ke kawan, kerabat dan siapapun.

Ketiga, lokasi-lokasi wisata di Pulau Samosir misalnya, Pasir Putih Parbaba harusnya bersih, tertata rapi, dan punya fasilitas lengkap.

Jangan sampai brosurnya saja yang cantik tapi kenyataannya terbalik. Namun, di akhir dari percakapan kami, ia menandaskan kemajuan tersebut sangat bergantung pada sumber daya manusia di Sumut.

Masalah SDM yang Paling Utama

“Singkatnya, masalahnya terletak pada SDMnya mbak. SDM Sumut masih sulit. Lihat saja pelanggaran lalu-lintas dimana-mana. Selain itu, warga belum menganggap kedatangan para turis sebagai sumber pendapatan mereka,” terang pemandu wisata kami tersebut.

Saat mengobrol dengannya, seketika saja aku ingat pengalamanku melakukan perjalanan ke Samosir.

Iya, aku ingat sekali bagaimana warga sesuku-ku Batak Toba, sering sekali buat onar dan kebisingan. Maaf, aku tidak bermaksud untuk menghina suku Batak, karena aku juga Batak.

Sering aku merasa tidak nyaman dengan suara bising, asap rokok, cakap kotor di bus atau angkot.

Aku malu dengan sikap orang Batak yang selalu ingin menang sendiri dan kasar saat di jalan.

Hampir semua jalan dan rambu lalu-lintas dilanggar. Itu buat suasana perjalanan para wisatawan sama sekali tidak nyaman.

Padahal, yang namanya perjalanan itu ya selama berjalan-jalan. Mulai dari tiba sampai meninggalkan daerah wisata.

Bagaimana Danau Toba bisa terkenal dan sejajar seperti Bali? Ini semua bergantung kepada perilaku warga Sumut secara umum, dan Batak secara khusus.

Nah, seperti komentar pemandu Bee Travel masalahnya terletak pada SDM–bagaimana caranya mengubah perilaku dan kebiasaan warga Sumut. Itulah yang paling sulit.

Untuk mempercantik Danau Toba itu tidak sulit karena Danau Toba pada dasarnya sudah menarik. Tapi mengubah perilaku atau kepribadian warga, itu yang paling sulit!

Berubahlah Kita

Seorang pakar pariwisata menyatakan kebahagiaan seorang wisatawan bukan saja bersumber keindahan pemandangan objek wisata.

Tapi lebih terletak pada bagaimana wisatawan itu diperlakukan dengan baik, lembut dan bersahabat.

Jika para wisatawan diperlakukan dengan baik, lembut, dan bersahabat, tentu mereka akan memperoleh perasaan bahagia yang tak terlukiskan.

Itu akan meluap dan menjadi cerita yang akan disebar kepada orang lain.

Kita perlu mengubah perilaku kita, menghormati dan menjaga perasaan tamu. Jika itu kita upayakan, tentu Danau Toba jauh lebih populer ketimbang Bali ataupun Tugu Monas.

Apa yang tidak ada di Danau Toba, semua ada! Mulai dari pemandangan yang keren, udara segar, gunung, bukit hutan, flora, fauna dan berbagai warisan opung-opung (leluhur) kita! Jadi mari kita ubah perilaku kita!

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU