NINNA.ID – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan peringatan untuk sirup batuk buatan India, yang menunjukkan bahwa obat sirup tersebut mengandung jumlah diethylene glycol dan ethylene glycol yang tidak dapat diterima, atau beracun
Melansir dari laman Xinhua, peringatan yang dikeluarkan oleh badan kesehatan global pada Selasa malam tersebut mengatakan bahwa satu batch obat sirup batuk buatan India yang terkontaminasi atau beracun telah ditemukan di Kepulauan Marshall dan Mikronesia.
Contoh dari Guaifenesin Syrup TG Syrup dari Kepulauan Marshall ditemukan mengandung jumlah diethylene glycol dan ethylene glycol yang tidak dapat diterima sebagai kontaminan, kata peringatan itu.
Guaifenesin adalah obat pengencer dahak yang digunakan untuk meredakan sesak dada dan gejala batuk.
Badan kesehatan global tidak menyebutkan apakah ada orang yang sakit setelah mengonsumsi Guaifenesin Syrup TG Syrup, tetapi memperingatkan bahwa konsumsi jumlah diethylene glycol dan ethylene glycol yang tidak dapat diterima dapat menyebabkan kematian.
Pemerintah India belum memberikan tanggapan terhadap peringatan WHO terbaru.
Peringatan terbaru ini datang beberapa bulan setelah WHO mengaitkan sirup batuk lain yang diproduksi di India dengan kematian anak-anak di Gambia dan Uzbekistan.
Pada Oktober tahun lalu, lima obat sirup tercemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas, telah dirilis Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Dua kandungan itu diduga menjadi penyebab gagal ginjal akut misterius yang telah menyebabkan 99 anak meninggal.
Perlu diketahui, cemaran etilen glikol dan dietilen glikol tidak boleh melebihi ambang batas atau tolerable daily intake (TDI) 0,5 miligram per kilo berat badan per hari.
Kasus gangguan ginjal akut misterius di Indonesia telah mencapai 206 anak, 99 di antaranya meninggal dunia. Angka tersebut berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 18 Oktober 2022.
Kemenkes melaporkan kasus gagal ginjal akut misterius yang muncul di Indonesia, dalam dua bulan terakhir ini menyerang anak usia enam bulan sampai 18 tahun tersebar di 20 provinsi.
Meski penyakit tersebut telah menyebar luar, Kemenkes belum memastikan apakah menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) terkait gangguan ginjal akut tersebut.