SAMOSIR – Mengelola Geowisata di seluruh kawasan Kaldera Toba tidak bisa hanya mengandalkan keseriusan pemerintah dengan menggelontorkan banyak anggaran. Perlu melibatkan peran penduduk setempat agar ada yang secara terus menerus merawat lingkungan sekitar Kaldera Toba, terlebih di tempat-tempat yang dijadikan geosite.
Peran penting yang juga sangat ditunggu oleh masyarakat ini, telah mendorong Badan Pengelola Toba Caldera Unesco Global Geopark (BP TCUGG) melalui Bidang Pemberdayaan Masyarakat membentuk AKAMSI, sebuah komunitas dengan mengusung semangat pemberdayaan warga lokal sebagai aktor pengelolaan Geo wisata di semua geosite Geopark toba.
“Akamsi adalah rohnya pariwisata, sehingga kekhawatiran selama ini yang tidak melibatkan anak sekitar terbantahkan dengan adanya komunitas Akamsi ini,” kata Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat BP TCUGG, Ombang Siboro.
Akamsi telah dibentuk di beberapa titik Geosite, seperti Pusuk Buhit Sianjur Mula-mula, Batu Hoda Simanindo, Huta Ginjang Muara dan Silalahi di Dairi.
Anak kampung yang tergabung dalam Akamsi ini sudah melakukan berbagai upaya pendukungan kepariwisataan di masing-masing Geosite Kaldera Toba seperti terlibat langsung membangun semangat untuk terus menerus merawat dan memelihara kelestarian dan keindahan wilayah geosite melalui kerja bersama anak-anak muda desa di kawasan geosite.
Dalam praktiknya Akamsi sudah terlibat dalam pengelolaan kuliner khas Danau Toba seperti menyediakan mie gomak bagi para pengunjung dan Akamsi juga sudah membuka gerai di kawasan Sigulatti, Pusuk Buhit.
Lalu, di Tao Silalahi, Akamsi-nya sudah menggali potensi kekayaan budaya seperti menampilkan tarian beberapa Puak Batak dan sudah dipentaskan ke pengunjung yang datang ke sana.
Oleh karena itu, ke depan Akamsi diharapkan menjadi motor penggerak pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan ikut terlibat langsung mengelola geosite untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitarnya.
Badan Pengurus Geopark Kaldera Toba sengaja mendesain strategi pengembangan komunitas Anak Kampung Sini (AKAMSI) ini, didasarkan pertimbangan, bahwa masyarakat sekitar akan terdorong ikut mau berperan merawat dan memelihara keragaman geologi, keragaman hayati dan keragaman budaya di kawasan Geosite bila masyarakat tersebut memperoleh dampak ekonomi.
Dampak ekonomi akan terjadi bila aktifitas keparwisataan telah bergerak dan menggeliat di geosite, maka masyarakat sekitar didorong untuk mampu mengemas dan menjual aktifitas wisata yang berbasis pada kekayaan keragaman kebumian, keragaman hayati dan dan keragaman budaya yang ada di geosite berikut dengan pola hidup keseharian masyarakat lokal. Kemasan aktifitas keparwisataan demikianlah sejatinya yang disebut dengan Geo Wisata.
“Dari sudut pertimbangan tersebut, dipastikan masyarakat lokal punya kemampuan menjadi pelaku Geo Wisata, sebab tidak harus butuh modal besar, tidak butuh investasi besar, tidak harus bersyarat ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi, sebab yang mereka jual adalah apa yang ada di sekitar kampung mereka dan kehidupan keseharian mereka, sebagai sebuah warisan bumi, dari tinggalan letusan gunung Toba puluhan bahkan ratusan ribu tahun yang lalu,” demikian Ombang Siboro, Kordinator Bidang Pemberdayaan Ekonomi masyarakat Badan Pengurus Geopar Kaldera Toba memaparkan.
Dari pantauan Jurnalis ninnA, beberapa komunitas AKAMSI sudah mulai membentuk diri serta beraktifitas. Seperti AKAMSI di Geosite Sigulatti, Silalahisabungan, Batuhoda, Hutaginjang dan Geosite Tele.
Kepala Dinas Pariwisata Sumatra Utara, Zumry Sulthony juga menyambut baik dibentuknya Akamsi di Kaldera Toba. Bahkan, ia berharap Akamsi harus segera memiliki lembaga terstruktur agar lebih bermanfaat bagi masyarakat banyak.
Penulis     : Jogi S
Editor     : Mahadi Sitanggang