450 Tahun Kampung Sidasuhut Warisan Leluhur yang Tetap Bernapas di Tanah Batak

Simalungun, NINNA.ID-Di lereng yang tenang di Kecamatan Girsang Sipanganbolon, Sumatera Utara, berdiri sebuah kampung yang tak hanya menyimpan rumah-rumah dan pepohonan, tapi juga menyimpan napas sejarah yang terus hidup.

Namanya Kampung Sidasuhut—sebuah tempat yang tumbuh dari akar leluhur dan cinta kepada tanah warisan.

Kampung ini bukan sekadar titik di peta yang tak jauh dari Parapat. Ia adalah cerita panjang yang telah mengalir selama lebih dari 450 tahun.

Namanya diambil dari Opung Raja Dasuhut, leluhur utama marga Sinaga yang dulu menginjakkan kaki pertama kali di Pulau Samosir. Dari sanalah segalanya bermula.

Dari Samosir ke Girsang: Jejak Perjalanan Leluhur

Perjalanan menuju kampung ini bukanlah kisah satu malam. Leluhur marga Sinaga dari garis Sidasuhut awalnya menetap di Pulau Samosir, jantung Tanah Batak.

Kemudian mereka berpindah ke Panahatan Parapat—tempat singgah sementara yang menjadi saksi perpindahan generasi.

Lalu, mereka membuka lahan, membangun rumah, dan menciptakan kampung baru di Kecamatan Girsang Sipanganbolon. Inilah cikal bakal Kampung Sidasuhut, yang kini berdiri dengan kokoh sebagai bagian dari Huta Girsang.

BERSPONSOR

Tak hanya berdiri, kampung ini berkembang. Batasnya meluas hingga berbatasan langsung dengan Kampung Sidalogan, bahkan menjangkau simpang rumah sakit.

Sebagian lahan rumah sakit itu, ternyata berasal dari hibah warga Sidasuhut. Sebuah wujud nyata semangat gotong royong yang tetap hidup dari generasi ke generasi.

Rumah Tua, Kenangan yang Tak Luntur

Di tengah kampung, berdiri sebuah rumah tua yang tak sekadar bangunan, tapi saksi bisu zaman.

- Advertisement -

Dulunya berbentuk Rumah Raja Batak, dengan atap runcing dan pintu tunggal di bagian bawah.

Untuk masuk, orang harus menaiki rumah, seolah mengangkat tubuh sekaligus hati ke tempat yang lebih tinggi—tempat di mana cerita dan doa bertemu.

Tampilan di dalam Rumah Batak di Kampung Sidasuhut
Tampilan di dalam Rumah Batak di Kampung Sidasuhut (Foto ©Damayanti)

Pada tahun 1970, rumah itu direnovasi oleh orang tua Tuaris Sinaga. Tuaris Sinaga dikenal masyarakat dengan gelar Opung Verdy Sinaga, keturunan Raja Dasuhut.

Pintu ditambah, tangga belakang dibangun, dan atap ijuk diganti seng pada 1982.

KAMPUN SIDASUHUT DI HUTA GIRSANG 1- FOTO BORU SINAGA
Boru Sinaga bersama suaminya yang adalah keturunan Opung Raja Dasuhut menempati Rumah Batak di Kampung Sidasuhut (Foto ©Damayanti)

Meski berganti rupa, ia tetap menyimpan cerita: tentang anak-anak yang bermain di kolong rumah, suara opung yang mendongeng di malam hari, dan wangi nasi yang mengepul dari dapur tua.

Keadaan Dapur Rumah Batak di Kampung Sidasuhut
Keadaan Dapur Rumah Batak di Kampung Sidasuhut (Foto ©Damayanti)

Kini dapurnya telah diperbaiki beberapa kali, tapi atap seng itu masih bertahan. Seperti tekad orang-orang yang tinggal di dalamnya—bertahan.

TERKAIT  Melodi Kasih Ibu, "Dideng-dideng" Sebuah Pengantar Nostalgia
Pintu masuk dari belakang Rumah Batak di Kampung Sidasuhut
Pintu masuk dari belakang Rumah Batak di Kampung Sidasuhut (Foto ©Damayanti)

450 Tahun dan Sebuah Tarombo

Kampung Sidasuhut di Girsang satu Kecamatan Girsang Sipanganbolon kini berusia sekitar 450 tahun. Bukan angka yang ditebak-tebak, tapi dihitung dari silsilah atau tarombo—warisan khas Batak yang begitu dijunjung tinggi.

Tarombo atau Silsilah Opung Dasuhut
Tarombo atau Silsilah Opung Dasuhut secara garis besar yang dibuat oleh sejumlah keturunannya. Dokumentasi ini merupakan milik Tuaris Sinaga atau Opung Verdy Sinaga.

Dalam tarombo itu tercatat siapa menikah dengan siapa, siapa melahirkan siapa, siapa yang kini melanjutkan hidup di kampung ini.

Tarombo bukan hanya daftar nama. Ia adalah nadi yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Bagi orang Batak, mengetahui asal-usul bukan sekadar kebanggaan, tapi juga tuntunan hidup.

Saat dua orang Batak bertemu, pertanyaan pertama biasanya bukan nama, tapi marga. Karena di sanalah titik temu sejarah dimulai.

Bukan Hanya Dikenang

Kampung Sidasuhut bukan hanya tempat tinggal para keturunan Opung Raja Dasuhut. Ia adalah ruang hidup dari nilai-nilai Batak: kebersamaan, gotong royong, rasa hormat kepada leluhur, dan semangat menjaga yang diwariskan.

Rumah adat memang sudah direnovasi. Tanah pun sebagian telah dibagi untuk pembangunan fasilitas umum.

Tapi semangat leluhur tetap hidup. Mereka yang tinggal di kampung ini tak hanya mewarisi harta, tapi juga tanggung jawab moral untuk menjaga jati diri dan budaya.

Di tengah dunia yang serba cepat, Kampung Sidasuhut berdiri sebagai penanda bahwa tidak semua yang tua harus ditinggalkan. Ada yang justru harus dijaga—karena di sanalah kita tahu siapa diri kita sebenarnya.

Menjaga yang Telah Ada, Menyambung yang Akan Datang

Setiap kampung punya kisah, tapi tidak semua mampu bertutur sepanjang dan sedalam Kampung Sidasuhut.

Di sini, warisan bukan sekadar artefak, melainkan bagian dari kehidupan. Rumah tua yang masih berdiri, silsilah yang masih dijaga, dan nilai-nilai yang terus dijalankan—semuanya menjadi bukti bahwa budaya Batak masih berdenyut.

Selama masih ada satu keluarga yang memilih tinggal, menjaga, dan mencintai tanah ini, maka Kampung Sidasuhut akan terus menjadi saksi bahwa warisan tak pernah benar-benar mati. Ia hanya menunggu untuk terus dihidupkan.

Kampung Sidasuhut bukan hanya cerita masa lalu—ia adalah napas yang masih mengalir di masa kini. Dan mungkin, juga masa depan.

Penulis/Editor: Damayanti Sinaga

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU