NINNA.ID-38,30 persen rumah tangga di Sumatera Utara gunakan air kemasan bermerk sebagai sumber air utama untuk minum. Selebihnya, 11,84 persen menggunakan air leding, 21,44 persen menggunakan air sumur bor atau pompa, 11,27 persen menggunakan sumber terlindung, 3,61 persen menggunakan air tidak terlindung.
7,99 persen menggunakan mata air terlindung, 2,12 persen menggunakan mata air tidak terlindung, 1,61 persen menggunakan air permukaan, 1,81 persen menggunakan air hujan.
Demikian data yang dikutip dari Badan Pusat Statistik Sumut pada 25 Januari 2023.
Penyebab utama rumah tangga yang menggunakan air kemasan khususnya di Sumatera Utara disebabkan langkanya air bersih. Hal ini di satu sisi menimbulkan beban bagi masyarakat. Di sisi lain, menimbulkan peluang bisnis bagi para penjual air kemasan atau air isi ulang.
Akan tetapi, sekalipun memunculkan peluang bisnis baru yakni penjualan air kemasan atau isi ulang, kelangkaan air bersih terus meningkat. Kelangkaan air, khususnya air bersih ini menurut sejumlah pengamat dipicu perubahan iklim.
Penyebab Kelangkaan Air

Sejumlah pakar yakin bahwa manusialah yang menyebabkan beberapa perubahan iklim yang mempengaruhi curah hujan. (foto: Damayanti)
Dilansir dari beberapa sumber, disebutkan sejumlah pakar yakin bahwa boleh jadi manusialah yang menyebabkan beberapa perubahan iklim yang mempengaruhi curah hujan.
Penggundulan hutan, penggarapan lahan secara berlebihan serta eksploitasi tanah penggembalaan mengakibatkan gundulnya tanah. Beberapa orang menyimpulkan bahwa bila itu terjadi, permukaan bumi memantulkan lebih banyak cahaya matahari ke atmosfer.
Akibatnya, Atmosfer menjadi lebih hangat, awan-awan lenyap, dan curah hujan berkurang.
Lahan tandus dapat juga mengakibatkan berkurangnya curah hujan, karena sebagian besar dari hujan yang mengguyuri hutan adalah air yang sebelumnya menguap dari tumbuh-tumbuhan itu sendiri—dari daun-daun pepohonan dan semak.
Dengan kata lain, tumbuh-tumbuhan berfungsi seperti karet busa yang sangat besar yang menyerap dan menampung air hujan. Jika pohon dan semak disingkirkan, air yang tersedia untuk membentuk awan hujan menjadi lebih sedikit.
Seberapa seriusnya tindakan manusia mempengaruhi curah hujan masih diperdebatkan; dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Tetapi satu hal yang pasti adalah: Kekurangan air terjadi di mana-mana.
Ini telah mengancam perekonomian dan kesehatan dari 80 negeri, demikian Bank Dunia memperingatkan. Dan sekarang 40 persen dari penduduk bumi—dua miliar orang lebih—telah kehilangan akses untuk memperoleh air bersih atau sanitasi.