NINNA.ID – Tuan Nagani Paradise tampaknya bukan hanya tempat pariwisata dan bisnis. Mereka juga peduli pada kebudayaan khas Batak. Setidaknya, pada 18 Desember nanti, Tuan Nagani memberi ruang untuk Mossak Batak. Ada pun pengisi acara Mossak adalah teman dari Sanggar Nabasa.
Kepada saya, Herman Nababan mengaku berterima kasih kepada Tuan Nagani. Terima kasih karena memberikan ruang, panggung, sound system, dan dibantu mencari dana. Saya tahu, Nabasa didirikan bukan semata motif bisnis. Mereka punya inisiatif luhur: mempertahankan dan mewariskan Mossak pada khalayak.
Saya langsung to the point: berapa dibayar, Lae? Herman tertawa melalui emoticon. Saya paham arti tertawa itu. Karena itu, melalui tulisan ini saya ingin menggugah. Menggugah siapa saja. Perantau. Masyarakat. Pemerintah. Atau siapa saja. Kalau bukan kita siapa lagi. Membantu mereka secara moral. Secara material.
Kita perlu tahu. Harga di balik pertunjukan tradisional itu sangat mahal. Mahal bagi mereka yang tak punya. Namun, sebaliknya, justru sepele bagi mereka yang punya. Karena itu, jangan sepele memberikan bantuan sepele. Itu penting dan berarti bagi pegiat seni tradisional. Berarti sekali. Saya sudah berpengalaman dalam pertunjukan tradisi.
Banyak biaya dan waktu yang dikorbankan. Biaya make up. Biaya pakaian. Biaya latihan. Biaya konsumsi minimalis. Banyak sekali. Namun, seringkali bayaran tak sepadan. Ketika tampil, sering pula diabaikan. Intinya, seniman tradisi tidak dan belum diperhatikan siapa pun. Mereka hanya pelengkap dan tampil di acara sisa.
Sudah pasti jarang bisa survive hanya dari keteguhan bertradisi. Sudah jarang. Karena itu, mereka yang teguh pada tradisi, kita pantas memberi perhatian. Sekecil apa pun itu. Perhatian itu pun terserah bagaimana saja. Membantu mereka untuk mencari jalan untuk tampil santai dan bebas ketika mengadakan perform.
Misalkan, menunjukkan kepada mereka bagaimana mengantar proposal. Saya yakin, banyak dari kita yang peduli. Hanya barangkali, kita belum punya link atau orang yang bisa mempertemukan. Mempertemukan donatur dan seniman. Mempertemukan pemerhati dan praktisi. Mempertemukan orang yang peduli dengan pelaku.
Saya meyakini itu. Orang Batak banyak kok yang sukses. Sukses dalam jabatan. Sukses dalam karier. Sukses dalam ekonomi. Hanya, banyak dari mereka yang sukses itu tak mempunyai jaringan hingga akar rumput. Toh, saya yakin, kerinduan orang Batak juga besar. Orang Batak juga seperti orang Jogja. Peduli pada tradisi.
Di Jogja, jaringan itu sudah tersambung. Karena itu, calon donatur dengan seniman punya link. Itulah mengapa budaya tradisi Jogja hidup. Bahkan, tak sedikit dari seniman tradisi di Jogja justru hidup dari keaktifan berkesenian dan berkebudayaan. Begitu juga konon di Bali. Itulah yang perlu kita tiru dan kembangkan di Tanah Batak.
Mudah-mudahan para orang sukses dari Tanah Batak terjembatani kemurahan hatinya dalam mendukung pelestarian dan pengembangan tradisi Batak. Termasuk Mossak. Silat sudah populer. Itu seni beladiri Nusantara. Apakah tak mungkin seni beladiri dari Tanah Batak semakin populer di aras nasional? Ayo ke Tuan Nagani 18 Desember!
Penulis : Riduan Pebriadi Situmorang
Editor : Mahadi Sitanggang